Loading...
1 Jan 2013

SOLUSI TERHADAP PROBLEM PENDIDIKAN ISLAM KONTEMPORER

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

MENGIDENTIFIKASI DAN MENCARI SOLUSI TERHADAP PROBLEM PENDIDIKAN ISLAM KONTEMPORER

Bahan ajar “Kapita Selekta Pendidikan Islam” patut kita sambut positif sebagai bagiandari ikhtiar untuk memperkaya perspektif dalam melihat eksistensi lembaga pendidikanIslam di Indonesia. Kehadiran teks ini secara khusus akan menjadi bahan dialog reflektif bagi para akademisi serta pratisi pendidikan Islam dalam konteks lokal maupun global.Cakupan bahan ajar ini cukup lengkap, yang disajikan ke dalam delapan bagian.


Pertama, bagian pendahuluan yang berisi uraian tentang berbagai teori pendidikan, pengertian pendidikan, tujuan dan metode pendidikan Islam serta berbagai hasil penelitian tentang pelaksanaan pendidikan agama Islam di lingkungan pendidikan sekolah. 
Kedua,membahas kompetensi guru menurut perspektif pendidikan Islam, kompetensi gurumenurut kajian teori pendidikan, kompetensi guru pendidikan agama Islam sertakompetensi guru berdasarkan standar nasional pendidikan. 
Ketiga, membahas pendidikananak usia dini (PAUD) dan pendidikan pada Raudhatul Athfal. 
Keempat, membahas pendidikan dasar: Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Aliyah. 
Kelima, membahas pendidikan menengah: Madrasah Aliyah. 
Keenam, mengungkap pendidikan keagamaan Madrasah Diniyyah. 
Ketujuh, menguraikan pendidikan pondok pesantren. 
Kedelapan,menyoroti perguruan tinggi agama Islam.Menurut pembahas, meskipun konten bahan ajar kapita selekta ini tergolong lengkap,namun belum bisa dianggap sempurna dan tajam pembahasannya. 

Masih ada beberapa topik yang terlewatkan dan perlu diungkap lebih jauh karena cukup urgen dalam rangka menjadikan teks ini lebih berbobot, aktual dan akan memberikan sumbangan siginifikan dalam mainstream pemikiran pendidikan Islam kontemporer. Beberapa topik yang masih perlu dibahas antara lain: model pendidikan Islam pada era global dan pendidikan  generasi muda, pola kerja sama tri pusat pendidikan Islam, otonomi daerah dan pendidikan, reformasi pendidikan nasional, strategi pendidikan nasional, pendidikan Islam dan kemajuan sains, modernisasi pendidikan Islam dan epistemologi ilmu,manajemen berbasis sekolah (school based management) atau Manajemen Berbasis Madrasah atau (Madrasah Based Management (MBM ). Yang juga tidak kalah pentingnya untuk diungkap adalah ilustrasi kunjungan ke lembaga-lembaga pendidikanIslam yang dianggap representatif sebagai model dan inspirator bagi pengembangan pendidikan Islam, pemaparan hasil laporan dan seminar hasil laporan (Uus Ruswandi et.all, 2005).Menurut pembahas, persoalan model pendidikan Islam di era global perlu diungkapkarena globalisasi belakangan ini menjadi fakta yang kita hadapi dan harus disikapisecara hati-hati. Terpaan gelombang globalisasi ternyata membawa implikasi yang cukupserius bagi dunia pendidikan. Pendidikan menjadi kian bergeser dari status dan fungsiawalnya yang cukup idealis, -sebagai human development-, kini, mau tidak mau dipaksatereduksi hanya sebagai komoditas dan harus terbingkai dalam logika pasar. Disatu sisi iamenjadi eksklusif dan tak terjangkau oleh kalangan bawah, sehingga darwinisme sosial pun sulit dielakkan berlaku. Sedang disisi lain visi dan misinya tidak keluar dari koridor ekonomi (menyiapkan peserta didik sebagai homo economicus semata). Peserta didik disibukkan oleh rutinitas studi-studi berdasarkan kurikulum yang juga terasing dari

kehidupan sosial. Misalnya, ketika bicara sains dan teknologi, peserta didik digiringuntuk memusatkan diri pada teknologi yang bias sektor urban. Misalnya, mesin-mesinindustri berat dan bukan perihal teknologi tepat guna, yang murah, mudah dijalankan danlangsung memberi manfaat kepada masyarakat kecil.Globalisasi budaya dan peradaban semakin tak terbendung oleh sekat-sekat negara- bangsa. Globalisasi, seperti ditulis Victor Segesvary, tidak menghasilkan homogenitas peradaban, tetapi justru melahirkan kesadaran diversitas manusia di muka bumi danmelahirkan penemuan begitu luasnya budaya-budaya lokal. Pluralisme peradaban dengan begitu merupakan akibat saling pengaruh antara yang global dan yang lokal, yanguniversal dan yang partikular.Di pihak lain, globalisasi menciptakan diferensiasi yang semakin rinci dan rumit sehinggaklaim kebenaran yang partikular dan yang lokal itu menjadi semakin mungkin. Dengandemikian, globalisasi memiliki efek ganda: di satu sisi menciptakan kesadaran akankemajemukan, tetapi di sisi lain menciptakan eksklusivisme partikular. 

Pada sisi yangterakhir inilah perbedaan mudah berubah menjadi pertentangan, dan pertentanganmelahirkan terorisme.Jeremy Rifkin, seorang pengamat kultural dan globalisasi kenamaan, dalam The Age of Access: How the Shift from ownership to access is transforming modern life (2000)mencemaskan adanya penghisapan ranah personal ke dalam ranah pasar, ataudiistilahkan: The commodification of human relationship [32] Sehaluan dengan kritik Marcuse atas fenomena Totalitarianisme baru yang berjubahkan konsumerisme, namundalam analisa yang jauh lebih sosiologis dan kaya dengan contoh-contoh ekspresikebudayaan, Rifkin juga meratapi hilangnya multi-dimensionalitas manusia dan martabatkhas kemanusiaan kita dengan berkata “jika setiap aspek hidup kita menjadi aktivitasyang bercirikan bayar-membayar, hidup manusia sendiri akhirnya menjadi produk komersial yang paling ultim, dan ranah komersial menjadi hakim akhir dari eksistensi personal dan kolektif kita.Globalisasi diakui telah membawa dampak cukup serius dalam tatanan kehidupan umat beragama. Tak sedikit pemeluk agama yang gagal dalam menjaga tradisi, nilai-nilai,ritual dan simbol-simbol keagamaan akibat derasnya penetrasi arus globalisasi. Namun,globalisasi di pihak lain telah memberi pelajaran berharga bagi sebagian pemeluk agama.Banyak pemeluk agama yang kini memiliki daya resistensi dalam menolak efek negatif globalisasi. Bahkan yang menggembirakan, globalisasi telah memberi inspirasi sekaligusmemotivasi umat beragama untuk memunculkan upaya-upaya kreatif dalam melestarikan jatidiri, identitas diri, bentuk budaya dan landasan-landasan religius. Pendek kata, globalisasi telah membawa pengaruh terhadap cara-cara umat beragamadalam mengekspresikan kulitas keberagamaannya dan pola-pola hubungan dankomunikasi antar pemeluk beragama yang sangat beragam. Dalam konteks ini, pola-polakomunikasi dan hubungan di antara pemeluk agama dituntut semakin terbuka, toleran,terbuka, penuh kejujuran, cair dan semakin intens.Dalam menghadapi tantangan globalisasi yang sedang melanda dunia, maka sebagaimanadijelaskan di muka, harus ada minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan yang dapat dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. 

Dalam perspektif budaya, pendidikan di era global menjadi wahana pentingdan medium yang efektif untuk mengajarkan norma, mensosialisasikan nilai, danmenanamkan etos di kalangan umat Islam. Pendidikan Islam dapat menjadi instrumen untuk memupuk kepribadian muslim, memperkuat identilas muslim, dan memantapkan jati diri muslim. Bahkan peran pendidikan menjadi lebih penting lagi ketika arusglobalisasi demikian kuat yang membawa pengaruh nilai-nilai dan budaya yang acapkali bertentangan dengan nilai-nilai dan kepribadian bangsa Indonesia. Dalam konteks ini, pendidikan dapat menjadi wahana strategis untuk membangun kesadaran kolektif (collective conscience) sebagai umat dan mengukuhkan ikatan-ikatan sosial, dengan tetapmenghargai keragaman budaya, ras, suku-bangsa, dan agama, sehingga dapatmemantapkan kerukunan sosial.Persoalan reformasi pendidikan nasional tampaknya juga luput menjadi pembahasandalam bahan ajar ini. Pada hal ini, era reformasi diakui menjadi titik balik bagi kita untuk menata kehidupan kebangsaan, termasuk pendidikan yang lebih demokratis. Gerakanreformasi di Indonesia secara umum menuntut diterapkannya prinsip demokrasi,desentralisasi, keadilan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Dalam hubungannya dengan pendidikan, prinsip-prinsiptersebut akan memberikan dampak yang mendasar pada kandungan, proses, danmanajemen sistem pendidikan. Selain itu, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat dan memunculkan tuntutan baru dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalamsistem pendidikan.Tuntutan tersebut menyangkut pembaharuan sistem pendidikan, di antaranya pembaharuan kurikulum, yaitu diversifikasi kurikulum untuk melayani peserta didik dan potensi daerah yang beragam, diversifikasi jenis pendidikan yang dilakukan secara profesional, penyusunan standar kompetensi tamatan yang berlaku secara nasional dandaerah menyesuaikan dengan kondisi setempat; penyusunan standar kualifikasi pendidik yang sesuai dengan tuntutan pelaksanaan tugas secara profesional; penyusunan standar pendanaan pendidikan untuk setiap satuan pendidikan sesuai prinsip-prinsip pemerataandan keadilan; pelaksanaan manajemen pendidikan berbasis sekolah dan otonomi perguruan tinggi; serta penyelenggaraan pendidikan dengan sistem terbuka danmultimakna. 

Pembaharuan sistem pendidikan juga meliputi penghapusan diskriminasiantara pendidikan yang dikelola pemerintah dan pendidikan yang dikelola masyarakat,serta pembedaan antara pendidikan keagamaan dan pendidikan umum.Pembaharuan sistem pendidikan nasional dilakukan untuk memperbaharui visi, misi, danstrategi pembangunan pendidikan nasional. Pendidikan nasional mempunyai visiterwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai beberapa misi.  

(1). mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikanyang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia. 
(2). membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalamrangka mewujudkan masyarakat belajar. 
(3). meningkatkan kesiapan masukan dankualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral. 
(4). meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikansebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dannilai berdasarkan standar nasional dan global. 
(5). memberdayakan peran sertamasyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalamkonteks Negara Kesatuan RI.

Berdasarkan visi dan misi pendidikan nasional tersebut, pendidikan nasional berfungsimengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwakepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.Pembaharuan sistem pendidikan memerlukan strategi tertentu. Strategi pembangunan pendidikan nasional dalam UUSPN 2003 meliputi beberapa hal:
a. Pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia 
b. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi; proses pembelajaranyang mendidik dan dialogis
c. Evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan
d. Peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan
e. Penyediaan sarana belajar yang mendidik
f. Pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan
g. Penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata
h. Pelaksanaan wajib belajar;i. Pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan
j. Pemberdayaan peran masyarakat;k. Pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; danl. Pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional. Dengan strategi tersebut diharapkan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional dapat terwujud secara efektif dengan melibatkan berbagai pihak secara aktif dalam penyelenggaraan pendidikan.Pembaharuan dan penataan dunia pendidikan nasional melalui jalur normatif maupun implementatif perlu menjadi agenda wajib dalam pekerjaan pembangunan kita. Hal ini didasari beberapa alasan. Pertama, pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang paling fundamental bagi kehidupan manusia. Tanpa pendidikan, manusia tidak akandapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensinya. Untuk itu, iasering dikatakan homo educandum yang berarti sebagai makhluk yang dapat dididik,mendidik dan perlu dididik.Kedua, pendidikan merupakan institusi yang memegang posisi strategis dalam ikutmenentukan masa depan bangsa kita. Melalui pendidikan, human investment dapatdilakukan untuk memajukan bangsa. Mengingat pentingnya pendidikan bagi kemajuansuatu bangsa, maka ia tidak lagi diperlakukan secara tradisional-konservatif tetapi secara progresif. Penanganan pendidikan secara progresif ini lebih menitik-beratkan padademokrasi dalam pendidikan dan dirasakan lebih dapat mengembangkan anak secaraoptimal sesuai dengan potensinya.Menurut McRay (1994), fenomena kemajuan ekonomi bangsa-bangsa di Asia Timur pada dasarnya dipengaruhi oleh empat faktor: 
(1) keluwesan untuk melakukandiversifikasi produk sesuai dengan tuntutan pasar 
(2) kemampuan penguasaan teknologicepat melalui reverse engineering (contoh: computer clone)
(3) besarnya tabunganmasyarakat
(4) mutu pendidikan yang baik
(5) etos kerja. Diantara faktor-faktor tersebut, pendidikan (faktor 4) adalah merupakan simpul atau katalisator yangmenyebabkan faktor-faktor 1,2,3 dan 5 terjadi (brought into being).Persoalan bagaimana perjumpaan antara pendidikan Islam dengan kemajuan sain juga tidak memperoleh prioritas pembahasan dalam bahan ajar ini. Pada hal, permasalahanseputar krisis pendidikan Islam ketika dihadapkan dengan kemajuan sains menjadisebuah agenda pekerjaan yang menuntut upaya pemecahan secara mendesak. Bahkanmenurut sinyalemen al-Faruqi, krisis dalam aspek pendidikan inilah yang paling buruk dialami oleh dunia Islam. 

Memperhatikan permasalahan yang sangat kompleks ini, SyedMuhammad al-Naquib al-Attas memberikan analisis bahwa “yang menjadi penyebabkemunduran dan degenerasi kaum muslimin justru bersumber dari kelalaian merekadalam merumuskan dan mengembangkan rencana pendidikan yang sistematis berdasarkan prinsip-prinsip Islam secara terkoordinasikan dan terpadu…”Untuk itulah al-Faruqi menyatakan dengan tegas bahwa: agenda memecahkan problematika pendidikan Islam menjadi tugas rumah yang terberat bagi Umat islam padaabad ke 15 H. ini.” Sejalan dengan hal ini, Khursid Ahmad menyatakan bahwa di antara persoalan-persoalan yang dihadapi dunia Islam masa kini, persoalan pendidikan adalahtantangan yang paling berat, masa depan Islam akan sangat tergantung pada bagaimanadunia itu menghadapi tantangan ini.”Berbagai pendapat dari para cendikiawan muslim ini telah memberi gambaran bahwa adasuatu problematika yang cukup serius dalam sistem pendidikan Islam selama ini, baik pada tataran konseptual maupun pada tataran aplikasinya. Untuk mengatasinyamembutuhkan sebuah langkah reformulasi total sejak dari ide dan konseptualisasi sampaikepada aplikasi konsep pendidikan Islam. Meminjam istilah Winarno Surakhmad,diperlukan sebuah pendekatan yang lebih inteligent terhadap masalah kependidikan masadepan.” Jadi salah satu upaya stretegis untuk mengatasi berbagai krisis di dunia Islamsaat ini dan masa yang akan datang adalah dengan memperkuat pendidikannya.Sebenarnya umat Islam telah lama sadar bahwa perlu langkah reformulasi sistemkependidikan dan idenya tersebut. Hal ini bisa dibuktikan dengan telah dilaksanakannya beberapa kali konferensi pendidikan Islam se dunia seperti yang pertama dilaksanakan diJeddah, Saudi Arabia, tanggal 31 Maret sampai dengan 8 April 1977, namun sangatdisayangkan rekomendasi dari hasil konferensi itu belum terlaksana sepenuhnya,terutama dalam pengintegrasian nilai-nilai dan ideologi Islam ke dalam berbagai teoriilmu-ilmu sosial, kemanusiaan, filsafat, sosiologi serta pendidikan bagi wanita.Memperhatikan itu semua kiranya para cendikiawan muslim perlu mengembangkanstrategi pendekatan ganda dengan tujuan mengintegrasikan pendekatan situasional jangka pendek dengan pendekatan konseptual jangka panjang dengan melibatkan berbagai pakar dari berbagai disiplin ilmu, sambil senantiasa menelaah berbagai konsep yang telah adayang dihasilkan oleh para cerdik cendikiawan muslim terkemuka di bidang pendidikanIslam, mengingat merekalah yang mengadakan perenungan dan pengelaborasiannyasecara filosofis termasuk pula mengkritik dan mengevaluasi sistem pendidikan dan pelaksanaannya, serta sekaligus pula melakukan terobosan-terobosan baru yang urgendan mendasar.Hal ini lain yang belum disinggung dalam bahan ajar ini adalah masalah akseptasi konsepmanajemen berbasis di sekolah (MBS) dalam lingkungan madrasah. Konsep MBS ini diadaptasikan dalam lingkungan madrasah menjadi manajemen berbasis madrasah(MBM). Menurut Pedoman Manajemen Berbasis Madrasah Departemen Agama RI(2003:13), Manajemen Berbasis Madrasah atau Madrasah Based Management ( MBM )merupakan strategi untuk mewujudkan madrasah yang efektif dan produktif. ManajemenBerbasis Madrasah (MBM) merupakan paradigma baru manajemen pendidikan, yang memberikan otonomi luas kepada madrasah, dan pelibatan masyarakat dalam kerangkakebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar madrasah leluasa mengelolahsumber daya, sumber dana sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Juga merupakan sarana peningkatan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan Manajemen Berbasis Madrasah (MBM) merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan atonomi kepada madrasah untuk mengatur kehidupansesuai dengan potensi, tuntutan, dan kebutuhannya. Otonomi dalam manajemenmerupakan potensi bagi madrasah untuk meningkatkan kinerja para tenaga kependidikan.

Dengan penerapan Manajemen Berbasis Madrasah (MBM), Madrasah memiliki “fullauthority and responsibility” dalam menetapkan program-program pendidikan dan berbagai kebijakan sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan serta bertanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah.Madrasah merupakan ujung tombak terdepan dalam pelaksanaan proses pendidikanIslam. Sebagai lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang dari tradisi pendidikanagama dalam masyarakat, Madrasah memiliki arti penting sehingga keberadaannya terusdiperjuangkan.Madrasah adalah “Sekolah umum yang bercirikan Islam” menurut Departemen Agama, pengertian ini menunjukkan bahwa dari segi materi kurikulum, madrasah mengajarkan pengetahuan umum yang sama dengan sekolah-sekolah umum sederajat. Hanya saja yangmembedakan madrasah dengan lembaga pendidikan umum adalah banyaknya pengetahuan agama yang diberikan, yang merupakan ciri khas Islam dan lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Departemen Agama. Manajemen Berbasis Madrasah yang ditawarkan sebagai bentuk operasionaldesentralisasi pendidikan dalam kontek otonomi daerah akan memberikan wawasan baruterhadap sitem yang sedang berjalan selama ini. Hal ini diharapkan dapat membawadampak terhadap peningkatan efisiensi dan efektivitas kinerja kerja madrasah, denganmenyediakan layanan pendidikan yang komprehensip dan tanggap terhadap kebutuhanmasyarakat. Mengingat peserta didik datang dari berbagai latar belakang kesukuan dantingkat sosial, salah satu perhatian madrasah harus ditujukan pada asas pemerataan, baik dalam bidang sosial, ekonomi maupun politik.. Disisi lain madrasah bertanggung jawabkepada masyarakat dan pemerintah.Karakteristik dan MBM bisa diketahui antara lain dari bagaimana madrasah dapatmengoptimalkan kinerjanya, proses pembelajaran, pengolalaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem administrasi secara keseluruhan.Pada akhirnya bahan ini seyogyanya memberikan tawaran tentang bagaimanamerekonstruksi atau membaharui pendidikan Islam agar bisa eksis di era modern. Upaya pembaharuan pendidikan Islam ini perlu dilakukan mengingat keberadaannya sangatstrategis bagi umat Islam. Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju taklif [kedewasaan], baik secara akal, mental maupunmoral. Pendewasaan ini diperlukan dalam rangka mengemban tugas sebagai sebagaiseorang hamba [abd] dihadapan Khaliq-nya dan sebagai “pemelihara” [khalifah] padasemesta [Tafsir, 1994].Dalam konteks ini, fungsi praktis pendidikan Islam adalah membekali peserta didik [generasi penerus] dengan kemampuan dan keahlian [skill] agar memiliki kemampuandan kesiapan untuk terjun ke tengah masyarakat [lingkungan]. Tujuan akhir pendidikan

0 comments:

 
TOP