PENDIDIK DALAM PERSPEKTIF
FILSAFAT
PENDIDIKAN
ISLAM
KATA
PENGANTAR
Segala puji syukur dipanjatkan
hanya kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan bimbingan-Nya, sehingga
penulis menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “Pendidik Dalam
Perspektif Filsafat Pendidikan Islam “ dengan baik.
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah pendidik atau anak didik,
sering dinisbatkan kepada proses pembelajaran di sekolah. Sebuah proses
pendidikan yang jika dilihat dari UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 pasal 12 ayat
(1) disebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas Pendidikan Dasar, Pendidikan
Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Hubungan timbale balik antara pendidik (guru)
dengan anak didik (siswa) di sekolah, akan menjadi patokan atau ukuran berhasil
tidaknya pelaksanaan pendidikan.
Pendidikan di lembaga sekolah
adalah pendidikan lanjutan dari pelaksanaan pendidikan di tingkat keluarga.
Kenapa disebut demikian? Sebab dalam perspektif pendidikan islam, kewajiban
mendidik anak sebenarnya terletak pada tanggung jawab orang tua.
Dalam pelaksanaannya, pendidikan
di sekolah dilangsungkan dengan mengikuti naluri dan cita-cita (tujuan)
pendidikan secara nasional dalam sebuah Negara, dimana lembaga pendidikan
dimaksud ada.
Setiap sekolah pasti memiliki
komponen pendidikan seperti sarana fisik (kantor, dll), kurikulum, dan
orang-orang (guru, pimpinan dan karyawan non edukatif dan pelajar). Komponen
dimaksud menyumbang dengan fungsi dan peranannya untuk keberhasilan lembaga
pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam
makalah ini anatara lain sebagai berikut:
1. Bagaimanakah definisi pendidik
dalam pendidikan islam?
2. Bagaimanakah kedudukan
pendidik dalam pendidikan islam?
3. Bagaimanakah tugas pendidik
dalam pendidikan islam?
4. Bagaimanakah
kompetensi-kompetensi pendidik dalam pendidikan islam?
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini
antara lain sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui definisi
pendidik dalam pendidikan islam.
2. Dapat mengetahui kedudukan
pendidik dalam pendidikan islam.
3. Dapat mengetahui tugas
pendidik dalam pendidikan islam.
4. Dapat mengetahui
kompetensi-kompetensi pendidik dalam pendidikan islam
BAB
II
PEMBAHASAN
PENDIDIK
DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
A. Definisi Pendidik Dalam
Pendidikan Islam.
Al-Ghazali mempergunakan istilah
pendidik dengan berbagai kata seperti al-Muallimin (guru), al-Mudarris
(pengajar), al-Muaddib (pendidik) dan al-Walid (orang tua).
Pendidik
dalam islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta
didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi
afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).[1]
Pendidik berarti juga orang
dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam
perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan mampu
berdiri sendiri dam memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam
memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT. Dan mampu melaksanakan
tugas sebagai makhluk social dan sebagai makhluk individu yang mandiri.
Pendidik pertama dan utama
adalahorang tua sendiri. Mereka berdua yang bertanggung jawab penuh atas
kemajuan perkembangan anak kandungnya, karena sukses dan tidaknya anak sangat
tergantung pengasuhan, perhatian dan pendidikannya. Kesuksesan anak kandung
merupakan cerminan atas kesuksesan orang tua juga. Firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
Sebagai
pendidik pertama dan utama terhadap anak-anaknya orang tua tidak selamanya
memiliki waktu yang leluasa dalam mendidik anak-anaknya. Selain karena
kesibukan kerja, tingkat efektivitas dan efisiensi pendidikan tidak akan baik
jika pendidikan hanya dikelola secara alamiah. Dalam konteks ini anak lazimnya
dimasukkan ke dalam lembaga sekolah, yang karenanya definisi pendidik disini
adalah mereka yang memberikan pelajaran peserta didik yang memegang suatu mata
pelajaran tertentu di sekolah. [2]
Pada
dasarnya pendidikan dan pengajaran atau ta’dib dan ta’lim, mengajar dan
mendidik, pengajar dan pendidik adalah sama. Keduanya tidak dapat dibedakan.
Oleh karena itu, walau al-Ghozali dalam konsep pendidikannya menggunakan kata
ta’dib tetapi ta’lim, beliau tidak membedakan kedua kata tersebut. Kalau
pembedaan ini didasarkan pada adanya penekanan masing-masing, pendidikan
tekanannya pada aspek nilai dan pengajaran pada aspek intelek. Maka, tidak
dibedakannya antara pendidikan dan pengajaran, didasarkan pada al-Qur’an dan sunnah
rasul. Keduanya tidak hanya menekankan teori, mengesampingkan praktik, atau
sebaliknya menekankan praktik mengabaikan teori. Tidak hanya menekankan ilmu
mengabaikan amal atau sebaliknya menekankan amal mengabaikan ilmu. Keduanya
merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam al-Qur’an dikenal dengan
istilah iman dan amal sholih.[3]
Dalam
literature keislaman, guru sering disebut sebagai muallim, muaddib, faqih, dan
mu’id. Istilah-istilah ini mengandung makna yang sama, yakni orang yang secara
sadar bertanggung jawab untuk mengajar, melatih dan mendidik anak. Perbedaan
istilah-istilah dimaksud berada pada tempat dalam melaksanakan tugas. Muallim
adalah pengajar tingkat dasar, muaddib adalah guru-guru yang diundang ke
istana, faqih adalah guru di college.[4]
Dalam perspektif filsafat
pendidikan islam, para pendidik adalah orang yang mengupayakan terbentuknya
manusia yang rasional dalam mengimani sesuatu yan bersifat metafisikal,
melakukan filter dalam menerima doktrin agama. Sedankan ptugas pendidik antara
lain yaitu:
a. Membimbing anak didik
Mencari pengenalan terhadapnya
mengenai kebutuhan kesanggupan, bakat, minat dan sebagainya.
b. Menciptakan situasi untuk
pendidikan
Situasi pendidikan, yaitu suatu
keadaan yang menyebabkan tindakan-tindakan dapat berlangsung dengan baik dan
hasl yang memuaskan.
c. Memiliki pengetahuan-pengetahuan
yang diperlukan, pengetahuan-pengetahuan keagamaan, dan lain-lainnya.
Pengetahuan
ini tidak sekedar diketahui tetapi juga diamalkan dan diyakininya sendiri.
Kedudukan pendidik sebagai pihak yang “lebih” dalam situasi pendidikan.
Haruslah dingat bahwa pendidik adalah manusia dengan sifat yang tidak sempurna.
Oleh karena itu, pendidik harusselalu meninjau diri sendiri. Dari reaksi anak
didik, hasil-hasil usaha pendidikan, pendidik dapat memperoleh bahan-bahan
kesamaan dari pihak anak didik. Kecaman yang membangun pun besar sekali
manfaatnya.[5]
B. Kedudukan Pendidik Dalam
Pendidikan IslamPendidik adalah bapak rohani (spiritual father) bagi peserta
didik yang memberikan santapan jiwa dengan Ilmu, pembinaan akhalaq mulia dan
meluruskan perilakunya yang buruk. Oleh karena itu pendidik mempunyai kedudukan
tinggi dalam islam. Dalam beberapa hadits disebutkan: “jadilah engkau sebagai
guru, atau pelajar, atau pendengar, atau pencinta, dan janganlah kamu menjadi
orang yang kelima, sehingga engkau menjadi rusak. “dalam hadits Nabi SAW yang
lain: “ tinta seorang ilmuwan (yang menjadi guru) lebih berharga ketimbang
darah para syuhada.”[6]
Dalam
pendidikan islam, guru memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Ketinggian
kedudukan guru bukan pada aspek materi atau kekayaan, tetapai keutamaan yang
disediakan oleh Allah di akhirat. Oleh karena itu menurut al-Ghozali, guru
dituntut melaksanakan tugasnya yaitu menyampaikan ilmu dan tidak terlalu
mengharapkan materi. Al-ghozali lebih lanjut menyatakan bahwa diantara adab
yang harus dilaksanakan oleh guru adalah mengikuti ajaran-ajaran Rasulullah.
Rasul tidak meminta upah (gaji) untuk mengajarkan ilmunya dan tidak
mengharapkan balas jasa. Bahkan rasul mengajar semata-mata hanya karena Allah
dan mengharapkan keridlaan-Nya.[7]
Dengan demikian persoalan guru
menerima imbalan (gaji) dari pekerjaannya sebagaimana yang dikemukakan
al-Ghozali, lebih merupakan kritik social, ajakan, dan sekaligus refleksi dan
pandangan-pandangannya yang beranjak dari sikap seorang sufi, yang lebih senang
kepada cara-cara hidup zuhud daripada bergelimang dengan kemewahan dunia.
C. Tugas pendidik dalam
pendidikan islam
Menurut
al-Ghozali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, mmbersihkan,
menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri (taqarrub)
kepada Allah SWT. Hal tersebut karena tujuan pendidikan islam yang utama adalah
upaya untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Jika pendidik belum mampu membiasakan
diri dalam peribadatan pada peserta didiknya, maka ia mengalami kegagalan, sekalipun
peserta didiknya memiliki prestasi akademis yang luar biasa. Hal itu mengandung
arti akan keterkaitan antara ilmu dan amal shaleh.[8]
Kadang
kala seseorang terjebak dengan sebutan pendidik, misalnya ada sebagian orang
yang mampu memberikan dan memindahkan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) kepada orang lain sudah
dikatakan sebagai pendidik. Sesungguhnya seorang pendidik bukanlah bertugas itu
saja, tetapi pendidik juga bertanggung jawab atas pengelolaan (manager of learning) pengarah (director of learning), fasilitator dan perencana (the planner of future society). Oleh karena itu fungsi
dan tugas pendidik dalm pendidikan dapat disimpulkan menjadi 3 bagian, yaitu:[9]
1. Sebagai pengajar
(instruksional), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan
program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian
setelah program dilakukan.
2.
Sebagai pendidik (educator), yang mengarahkan peserta
didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan
Allah SWT menciptakannya.
3.
Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin, yang mengendalikan
kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap
berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan,
pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas program pendidikan yang
dilakukan.
Dalam tugas itu, seorang pendidik
dituntut untuk mempunyai seperangkat prinsip keguruan. Prinsip keguruan itu
dapat berupa: (a) kegairahan dan kesediaan untuk mengajar seperti
memperhatikan: kesediaan, kemampuan, pertumbuhan, dan perbedaan peserta didik;
(b) membangkitkan gairah peserta didik; (c) menumbuhkan bakat dan sikap peserta
didik yang baik; (d) mengatur proses belajar mengajar yang baik; (e)
memperhatikan perubahan-perubahan kecenderungan yang mempengaruhi proses
mengajar; dan (f) adanya hubungan manusiawi dalam proses belajar mengajar.
Muhaimin secara utuh mengemukakan
tugas-tugas pendidik dalam pendidikan islam. Dalam rumusannya, Muhaimin
menggunakan istilah ustadz, mu’allim, murabbi’, mursyid, mudarris dan muaddib.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel sebagai berikut:
Ø PENDIDIK
KARAKTERISTIK DAN TUGAS
1.
Ustadz
Orang yang berkomitmen dengan
profesionalitas yang melekat pada dirinya sikap dedikatif, komitmen terhadap
mutu proses dan hasil kerja serta sikap continous improvement.
2.
Mua’llim
Orang yang menguasai ilmu dan
mampu mengembangkannya serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan
dimensi teoritis dan prakteknya sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan,
internalisasi serta implementasi.
3.
Murabbi’
Orang yang mendidik dan
menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi serta mampu mengatur dan
memelihara hasil kreasinya untuk tdak menimbulkan malapetaka bagi dirinya,
masyarakat, dan alam sekitarnya.
4.
Mursyid
Orang yang mampu menjadi model
atau sentral identifikasi diri atau menjadi pusat anutan, teladan dan konsultan
bagi peserta didiknya.
5.
Mudarris
Orang yang memiliki kepekaan
intelektual dan informasi serta memperbarui pengetahuan dan keahliannya secara
berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya, memberantas
kebodohan mereka, serta melatih ketrampilan sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya.
6.
Muaddib
Orang yang mampu menyiapkan
peserta didik untuk bertanggung jawab dalam membangun peradaban yang
berkualitas di masa depan.
D. Kompetensi-kompetensi pendidik
dalam pendidikan islam.
Pendidik islam yang professional
harus memiliki kompetensi-kompetensi yang lengkap meliputi: (1) penguasaan
materi al-islam yang komprehensif serta wawasan dan bahan pengayaan, terutama
pada bidang-bidang yang menjadi tugasnya. (2) penguasaan strategi (mencakup
pendekatan, metode, dan teknik) pendidikan islam, termasuk kemampuan
evaluasinya;(3) penguasaan ilmu dan wawasan kependidikan;(4)memahami
prinsip-prinsip dalam menafsirkan hasil penelitian pendidikan, guna keperluan
pengembangan pendidikan islam masa depan; (5) memiliki kepekaan terhadap
informasi secara langsung atau tidak langsung yang mendukung kepentingan
tugasnya.
Jadi,
dapat diformulasikan asumsi yang melandasi keberhasilan pendidik yakni:
“pendidik akan berhasil menjalankan tugasnya apabila mempunyai kompetensi
personal-religius, social-religius, dan professional religius.[10]
Kompetensi
Personal-Religius
Kemampuan dasar (kompetensi) yang
pertama bagi pendidik adalah menyangkut kepribadian agamis, artinya pada
dirinya melekat nilai-nilai lebih yang hendak ditransinternalisasikan kepada
peserta didiknya. Misalnya nilai kejujuran, amanah, keadilan, kecerdasan,
tanggung jawab, musyawarah, kebersihan, keindahan, kedisiplinan, ketertiban,
dan sebagainya. Nilai tersebut perlu dimiliki psehingga akan terjadi
transinternalisasi (pemindahan penghayatan nilai-nilai) antara peserta didik
dan pendidik baik langsung maupun tidak langsung, atau setidak-tidaknya terjadi
transaksi (alih tindakan) antara keduanya.
Kompetensi
Sosial-Religius
Kemampuan dasar yang kedua bagi
pendidik adalah menyangkut keperduliannya terhadap masalah-masalah social
selaras dengan ajaran dakwah islam. Sikap gotong-royong, tolong-menolong,
egalitarian (persamaan derajat antara manusia), sikap toleransi, dan sebagainya
juga perlu dimiliki oleh pendidik muslim islam dalam rangka transinternalisasi
social atau transaksi social antara pendidik dan peserta-peserta didiknya.
Kompetensi
Profesional-Religius
Kemampuan dasar ketiga ini
menyangkut kemampuan untuk menjalankan tugas keguruannya secara professional,
dalam arti mampu membuat keputusan keahlian atas beragamnya kasus serta mampu
mempertanggungjawabkan berdasarkan teori dan wawasan keahliannya dalam
perspektif islam.
Al-Ghazali mengemukakan
syarat-syarat kepribadian seorang pendidik antara lain sebagai berikut:
· Sabar menerima masalah-masalah
yang ditanyakan dan harus diterima baik
· Senantiasa bersifat kasih dan
tidak pilih kasih
· Bersikap tawadu’ dalam
pertemuan-ertemuan
· Sikap dan pembicaraannya tidak
main-main
· Menanamkan sifat bersahabat di
dalam hatinya terhada semua murid-muridnya.
· Menyantuni serta tidak
membentak-bentak murid yan bodoh
· Membimbing dan mendidik murid
yang bodoh dengan cara yang sebaik-baiknya
Dari pernyataan di atas, dapat
dikemukakan bahwa persyaratan bagi seoran pendidik meliputi beberapa aspek:
a. Tabiat dan perilaku pendidik
b. Minat dan perhatian terhadap
proses belajar mengajar
c. Kecakapan dan keterampilan
mengajar
Sikap ilmiah dan cinta terhada
kebenaran
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Definisi Pendidik Dalam
Pendidikan Islam.
Al-Ghazali mempergunakan istilah
pendidik dengan berbagai kata seperti al-Muallimin (guru), al-Mudarris
(pengajar), al-Muaddib (pendidik) dan al-Walid (orang tua).
Dalam perspektif filsafat
pendidikan islam, para pendidik adalah orang yang menguayakan terbentuknya
manusia yang rasional dalam mengimani sesuatu yan bersifat metafisikal,
melakukan filter dalam menerima doktrin agama. Sedankan ptugas pendidik antara
lain yaitu:
a. Membimbing anak didik
Mencari pengenalan terhadapnya
mengenai kebutuhan kesanggupan, bakat, minat dan sebagainya.
b. Menciptakan situasi untuk
pendidikan
Situasi pendidikan, yaitu suatu
keadaan yang menyebabkan tindakan-tindakan dapat berlangsung dengan baik dan
hasl yang memuaskan.
c. Memiliki
pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan, pengetahuan-pengetahuan keagamaan, dan
lain-lainnya.
Pengetahuan ini tidak sekedar
diketahui tetapi juga diamalkan dan diyakininya sendiri. Kedudukan pendidik
sebagai pihak yang “lebih” dalam situasi pendidikan. Haruslah dingat bahwa
pendidik adalah manusia dengan sifat yang tidak sempurna. Oleh karena itu,
pendidik harusselalu meninjau diri sendiri. Dari reaksi anak didik, hasil-hasil
usaha pendidikan, pendidik dapat memperoleh bahan-bahan kesamaan dari pihak
anak didik. Kecaman yang membangun pun besar sekali manfaatnya.
2. Kedudukan Pendidik Dalam
Pendidikan Islam
Dalam pendidikan islam, guru
memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Ketinggian kedudukan guru bukan pada
aspek materi atau kekayaan, tetapai keutamaan yang disediakan oleh Allah di
akhirat. Oleh karena itu menurut al-Ghozali, guru dituntut melaksanakan
tugasnya yaitu menyampaikan ilmu dan tidak terlalu mengharapkan materi.
Al-ghozali lebih lanjut menyatakan bahwa diantara adab yang harus dilaksanakan
oleh guru adalah mengikuti ajaran-ajaran Rasulullah. Rasul tidak meminta upah
(gaji) untuk mengajarkan ilmunya dan tidak mengharapkan balas jasa. Bahkan
rasul mengajar semata-mata hanya karena Allah dan mengharapkan keridlaan-Nya.
3. Tugas pendidik dalam
pendidikan islam
Fungsi dan tugas pendidik dalm
pendidikan dapat disimpulkan menjadi 3 bagian, yaitu:
a. Sebagai pengajar
(instruksional), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan
program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian
setelah program dilakukan.
b.
Sebagai pendidik (educator), yang mengarahkan peserta
didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan
Allah SWT menciptakannya.
c.
Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin, yang
mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait,
terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan,
4. Kompetensi-kompetensi pendidik
dalam pendidikan islam.
Untuk menjadi pendidik yang
professional tidaklah mudah karena ia harus memiliki berbagai
kompetensi-kompetensi keguruan. Kompetensi dasar (basic competency) bagi
pendidik ditentukan oleh tingkat kepekaannya dari bobot dasar dan kecenderungan
yang dimilikinya. Hal tersebut karena potensi itu merupakan tempat dan bahan
untuk memproses semua pandangan sebagai bahan untuk menjawab semua rangsangan
yang datang darinya. Potensi dasar inilah milik individu sebagai hasil dari proses
yang tumbuh karena adanya anugerah dan inayah dari Allah SWT.
Jadi, dapat diformulasikan asumsi
yang melandasi keberhasilan pendidik yakni: “pendidik akan berhasil menjalankan
tugasnya apabila mempunyai kompetensi personal-religius, social-religius, dan
professional religious.
Dari pernyataan di atas, dapat
dikemukakan bahwa persyaratan bagi seorang pendidik meliputi beberapa aspek:
d. Tabiat dan perilaku pendidik
e. Minat dan perhatian terhadap
proses belajar mengajar
f. Kecakapan dan keterampilan mengajar
Sikap ilmiah dan cinta terhada
kebenaran
DAFTAR
PUSTAKA
-
Bakry, Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam,bandung:pustaka
bani quraisy ,2005.,
-
Basri,hasan, Filafat Pendidikan Islam,
Bandung: Pustaka Setia, 2009.,
-
Ludjito,Ahmad, Pemikiran al-Ghozali tentang Pendidikan,yogyakarta:pustaka
pelajar, 1998.,
-
Mujib,Abdul;Mudzakkir,Jusuf,Ilmu Pendidikan Islam,Jakarta:kencana
prenada media, 2006.,
-
Zainuddin, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali,
Jakarta:Bumi Aksara, 1991.,
[3] Ahmad
ludjito, pemikiran al-Ghozali tentang pendidikan,Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 1998, hal.63.,
[10] Abdul
mujib;jusuf mudzakkir,Ilmu Pendidikan Islam,kencana
prenada media,Jakarta,2006,hal. 95-96.,
0 comments:
Post a Comment