Loading...
8 Dec 2012

SPIRITUALISASI TEKNOLOGI DALAM MEMBANGUN GENERASI

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم


SPIRITUALISASI TEKNOLOGI DALAM MEMBANGUN GENERASI

BABI
PENDAHULUAN

Setiap generasi mempunyai beban tanggung-jawab yang berbeda sesuai dengan kondisi sosio-historis yang melingkupinya. Pada masa generasi awal Islam, tanggung-jawab sejarah yang diemban adalah membumikan ajaran-ajaran Islam dalam domain segala aspek praktik sosial. Tugas ini secara paripurna telah dilakukan oleh Muhammad Sang Nabi dengan dibantu oleh para sahabat. Muhammad, secara cerdas telah mematrialkan konseptualisasi Al-Qur’an dalam bentuk sunnah dan praktek keseharian yang aplikatif sesuai dengan kadar kebudayaan yang berlaku pada masa itu, dan uniknya, apa yang telah dimaterialkan oleh Muhammad tersebut merentang jauh sampai saat ini, menembus ruang dan waktu, dan bahkan berlaku di wilayah geografis dengan keragaman kadar kebudayaan. Generasi selanjutnya, para Khulafaur Rasyidin, mempunyai tanggung-jawab untuk melestarikan apa yang telah dimaterialkan oleh Muhammad, sekaligus menebarkannya ke seluruh penghujung dunia. Dan, usaha tanggung-jawab ini diteruskan oleh para khalifah-khalifah berikutnya sampai pada masa runtuhnya kekhalifahan Islam. Pada masa-masa ini, muslim telah menghiasi dunia dengan kecemerlangan kebudayaan yang merentang meliputi wilayah Timur-Tengah, Asia Selatan, Asia Timur, Asia Tenggara, Eropa Tenggara, wilayah Erasia dan Rusia. makalah ini, mencoba menyajikan argumentasi bahwa ilmu-pengetahuan tanpa sentuhan spiritual adalah keilmuan yang buta dan menghancurkan peradaban. Usaha intelektual Barat untuk menjauhkan ilmu-pengetahuan dari TUHAN ternyata telah membawa manusia pada titik nadi peradaban. Dan, tugas intelektual muslim di zaman sekarang ini adalah mengharmonikan spiritual dan intelektual dalam membangun bingkai keilmuan dan peradaban. Semoga amanah keilmuan ini dapat kita emban dengan penuh tanggung-jawab sebagai bhakti kita untuk menggapai kecemerlangan hidup. 

BABII
PEMBAHASAN 

A. Pengertian Spritual Spiritualitas adalah hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha pencipta, tergantung dengan kepercayaan yang dianut oleh individu. Menurut Burkhardt (1993) spiritualitas meliputi aspek-aspek : 

1) Berhubungan dengan sesuatau yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan, 
2) Menemukan arti dan tujuan hidup, 
3) Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri, 
4) Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan yang maha tinggi. Mempunyai kepercayaan atau keyakinan berarti mempercayai atau mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Konsep kepercayaan mempunyai dua pengertian. Pertama kepercayaan didefinisikan sebagai kultur atau budaya dan lembaga keagamaan seperti Islam, Kristen, Budha, dan lain-lain. Kedua, kepercayaan didefinisikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan Ketuhanan, Kekuatan tertinggi, orang yang mempunyai wewenang atau kuasa, sesuatu perasaan yang memberikan alasan tentang keyakinan (belief) dan keyakinan sepenuhnya (action), harapan (hope), harapan merupakan suatu konsep multidimensi, suatu kelanjutan yang sifatnya berupa kebaikan, dan perkembangan, dan bisa mengurangi sesuatu yang kurang menyenangkan. Harapan juga merupakan energi yang bisa memberikan motivasi kepada individu untuk mencapai suatu prestasi dan berorientasi kedepan. Agama adalah sebagai sistem organisasi kepercayaan dan peribadatan dimana seseorang bisa mengungkapkan dengan jelas secara lahiriah mengenai spiritualitasnya. Agama adalah suatu sistem ibadah yang terorganisir atu teratur. Definisi spiritual setiap individu dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan. Spiritualitas juga memberikan suatu perasaan yang berhubungan dengan intrapersonal (hubungan antara diri sendiri), interpersonal (hubungan antara orang lain dengan lingkungan) dan transpersonal (hubungan yang tidak dapat dilihat yaitu suatu hubungan dengan ketuhanan yang merupakan kekuatan tertinggi). Adapun unsur-unsur spiritualitas meliputi kesehatan spiritual, kebutuhan spiritual, dan kesadaran spiritual. Dimensi spiritual merupakan suatu penggabungan yang menjadi satu kesatuan antara unsur psikologikal, fisiologikal, atau fisik, sosiologikal dan spiritual. Kata spiritual sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Untuk memahami pengertian spiritual dapat dilihat dari berbagai sumber. Menurut Oxford English Dictionary, untuk memahami makna kata spiritual dapat diketahui dari arti kata-kata berikut ini : persembahan, dimensi supranatural, berbeda dengan dimensi fisik, perasaan atau pernyataan jiwa, kekudusan, sesuatu yang suci, pemikiran yang intelektual dan berkualitas, adanya perkembanga pemikiran danperasaan, adanya perasaan humor, ada perubahan hidup, dan berhubngan dengan organisasi keagamaan. Sedangkan berdasarkan etimologinya, spiritual berarti sesuatu yang mendasar, penting, dan mampu menggerakkan serta memimpin cara berpikir dan bertingkah laku seseorang.. 

B. Pengertian Teknologi Teknologi berasal dari istilah teckne yang berarti seni atau keterampilan. Menurut Dictionary of Science, teknologi adalah penerapan pengetahuan teoritis pada masalah-masalah praktis. Untuk membatasi pengertian teknologi yang luas, maka pengertian teknologi dapat dikelompokan sebagai berikut : 
a. Teknologi sebagai barang buatan Tidak ada manusia yang sempurna, semua pasti memiliki kelemahan. Kelemahan yang ada pada diri manusia itu kemudian diminimalisir dengan adanya teknologi agar kelemahan yang dimiliki manusiapun menjadi sedikit berkurang. Tetapi barang-barang buatan tidak hanya terbatas pada kelemahan manusia saja tetapi sesuatu yang tadinya belum terpikirkan. 
b. Teknologi sebagai kegiatan manusia Kegiatan manusia tidak lepas dari kegiatan membuat dan menggunakan. Kegiatan manusia itu merupakan bentuk dari teknologi itu sendiri. 
c. Teknologi sebagai kumpulan pengetahuan Kegiatan membuat dan menggunakan pasti tidak akan lepas dari ilmu membuat (produk) dan ilmu menggunakan (komsumsi). Ilmu tersebut merupakan kumpulan dari pengetahuan yang didapat manusia dari berbagai sumber. 
d. Teknologi sebagai kebulatan system Pembahasan yang bulat dan menyeluruh akan tercapai kalau teknologi ditinjau sebagai suatu system. Ini berarti teknologi dibahas sebagai suatu kebulatan unsure-unsur yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam lingkungan system itu sendiri.
Memahami teknologi tidak dapat dipisahkan dari ilmu pengetahuan alam (nature science) dan rekayasa (engineering). Ilmu pengetahuan alam adalah input bagi proses ilmu rekayasa sedangkan teknologi adalah hasil proses rekayasa. Di antara ketiganya, IPA menggunakan lambang-lambang komunikasi yang paling pasti seperti matematika, fisika, kimia, biologi sehingga kemungkinan untuk disalah mengerti kecil sekali. Proses rekayasa sudah barang tentu menggunakan lambing-lambang yang digunakan dalam IPA, tetapi Rekayasa juga sedikit menggunakan bahasa-bahasa yang digunakan dalam ilmu social sehingga mudah dipahami. Jadi Rekayasa adalah wilayah tengah-tengah, dimana dapat menggunakan lambing-lambang dalam IPA dan juga mampu di pahami karena terdapat ilmu sosialnya. Sedangkan Teknologi, kerena fungsinya adalah untuk mempermudah kegiatan manusia maka harus lebih dimengerti manusia sehingga teknologi mampu digunakan oleh manusia itu sendiri. Banyak sekali pengertian teknologi, dalam buku yang berjudul The Man-Made World, penulis buku berpikiran sekarang ini manusia tidak hanya sekedar tinggal di dunia ini tetapi juga sekaligus tinggal di dalam alam teknologi ciptaan manusia itu sendiri yang tentunya tidak lepas dari izin Allah ta’ala. Maksudnya adalah : 
• Manusia tidak dapat dipisahkan lagi dengan teknologi 
• Manusia memerlukan teknologi dalam seluruh aspek kehidupannya 
• Teknologi menjadi tempat dan lingkungan hidup manusia (habitat). 
Teknologi akan memberikan pengaruh dalam kelangsungan hidup manusia dan manusia pun terus mempengaruhi maju atau tidaknya teknologi. 

C. Spiritual Teknologi Era digital telah menciptakan dan melahirkan kemajuan yang sangat luar biasa di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan. Perubahan yang luar biasa drastis terjadi di hampir semua sektor. Terjadi Quantum Leap atau lompatan waktu yang sangat luar biasa dan mengagumkan, khususnya di bidang teknologi. Era digital, dimulai semenjak ditemukannya bilangan biner, yaitu angka nol dan satu. Bilangan biner tidak mengenal angka lain, kecuali angka nol dan satu saja. Bilangan biner ini telah mengubah suatu zaman.Begitu pula yang terjadi dengan manusia, bilangan biner akan melahirkan pula peradaban manusia yang sangat tinggi, yaitu manusia digital. Manusia digital adalah manusia yang hanya mengenal angka nol dan satu dalam prinsip manusia. Angka nol adalah lambang kesucian hati dan pikiran, sedangkan angka satu adalah lambang Tuhan, atau hanya berprinsip kepada Dia Yang Maha Kuasa. Atau dengan kata lain Laa (0) Ilaha Illallah (1). Inilah yang dinamakan era digital manusia, yaitu suatu era saat manusia menjadi tulus dan ikhlas (0), karena berprinsip pada Allah (1) dan tidak menuhankan yang lainnya (0) sehingga seluruh potensinya (00) muncul! Pada saat manusia menempatkan dirinya pada posisi zero paradigm, maka jati diri yang penuh potensi dan selama ini tertutupi oleh berbagai belenggu itu akan muncul, sehingga memungkinkan bagi cahaya ilahi untuk memancarkan sinarnya kembali. Cahaya ilahi itu berupa sinar keadilan, kebersamaan, kedamaian dan kasih sayang, yang didamba oleh seluruh insan manusia. Tetapi apa yang terjadi saat ini? Masyarakat mempergunakan teknologi digital hanya pada bidang teknologi atau IPTEK saja, sedangkan mental pangguna teknologinya (manusia) terbelakang. Sehingga wajar kalau terjadi kepincangan. Misalnya, mereka (manusia) telah berhasil menciptakan laptop, handphone, e-mail, yang kesemuanya merupakan hasil teknologi digital yang merupakan ciptaan dari konsep bilangan biner nol atau satu. Namun, banyak dari mereka yang justru mengalami stress, gangguan jiwa, serta timbulnya tindakan kejahatan lainnya. Mengapa? Karena munculnya digital itu hanya baru perlengkapan (piranti-nya) saja, belum menyentuh aspek mentalnya. Namun, banyak orang yang kurang atau bahkan tidak menyadari sama sekali, kalau sebenarnya suara hati Ilahiah yang terletak pada God Spot sudah tertutup oleh belenggu. Sehingga yang terjadi adalah tindakan atau perhitungan rasional yang secara tak sadar sebenarnya sudah diperintah oleh persepsi-persepsi yang berwarna hitam kelam (hawa nafsu dan syahwat). Akibatnya segala tindakan yang dilakukan berada di luar orbit. Secara intelektual dan emosional tampaknya memang tidak bermasalah, namun secara nurani atau spiritual pastilah bermasalah. Ini semua terjadi akibatnya adanya cover yang mengotori God spot, sehingga mengakibatkan tertutupnya mata hari spiritual (penyakit spiritual patalogies)Al-hasil manusia tidak terlepas dari keilmuan atau Intellectual Quation (IQ), Akhlak Karimah atau Emotional Quation (EQ), Kekuatan Ruhiyah atau Ruhiyyah Quation (RQ), dan kekuatan Tauhid atau Spiritual Quation (SQ).Pada dasarnya manusia harus mampu menciptakan “New Level Thinking” atau suatu pola pemikiran yang sama sekali baru (approach) atau pendekatan paradigma to spirituality. D. Sriritualisasai Untuk Membangun Generasi Salah satu ciri masyarakat modern yang paling menonjol adalah sikapnya yang amat apresiatif terhadap kemajuan (progress). Didorong oleh prestasi yang dicapai oleh ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), masyarakat modern berusaha menumbangkan mitos kesakralan alam raya. Semua harus menyerah dan tunjuk oleh kedigdayaan iptek yang bersumbu pada rasionalitas. Realitas alam raya yang dalam perspektif agama selalu dikaitkan dengan selubung metafisika dan kebesaran Sang Pencipta, kini semata-mata dipahami hanya sebatas benda otonom yang tidak ada kaitannya dengan Tuhan. Alam raya dipahami sebagai jam raksasa yang bekerja mengikuti gerak mesin yang telah diciptakan dan diatur sedemikian rupa oleh tukang jam yang Maha Super (Tuhan), untuk selanjutnya Tuhan “dipensiunkan” dari semua aktivitas manusia. Dunia materi dan non materi diceraikan secara paksa, sehingga dengan cara demikian masyarakat modern merasa otonom, dalam arti tidak lagi memerlukan campur tangan dan pertolongan Tuhan. Mereka menganggap diri mereka sebagai makhluk yang sudah dewasa dan bebas menentukan pilihannya sendiri. Ucapan selamat tinggal kepada Tuhan diperdengarkan kemana-mana seiring dengan berlangsungnya proyek mewah modernisme. 1. Lahirnya Generasi Robotik Memang harus diakui, kemajuan demi kemajuan secara material yang diraih masyarakat modern mengharuskan setiap orang angkat tangan kepada mereka. Dunia yang begitu luas dapat mereka ciutkan seperti sebuah kampung kecil yang tak terbatas ruang dan waktu. Tugas-tugas utama yang biasanya diselesaikan dengan menggunakan tenaga manusia, kini diambil alih oleh mesin-mesin canggih yang tidak hanya melipatgandakan hasil produksi, tapi juga meningkatkan kualitas hasilnya. Tapi perlu diingat, di sebalik prestasi gemilang yang diraih manusia modern, ada sesuatu yang hilang dari diri mereka sendiri. Proyek mewah modernisme yang sudah mereka ciptakan malah melahirkan perasaan asing dalam diri mereka sendiri. Modernisme memotret keberhasilan seseorang dari tingkat produktivitas yang dapat ia hasilkan dari kerjanya. Alhasil, manusia modern tak ubahnya seperti mesin yang terus bekerja. Jika ia tidak lagi mampu untuk melakukan itu, artinya ia juga tidak mendapatkan penghargaan sebagai anak zaman peradaban modern. Begitulah, manusia modern berubah menjadi makhluk robotik yang gersang akan nilai indah kehidupan. Hilangnya sisi kemanusiaan akibat dari merambahnya peradaban modern, kini dirasakan sebagai sebuah ancaman tersendiri. Sisi kemanusiaan dimaksud adalah nilai-nilai spiritual. Modernisme menganjurkan rasionalisme, dimana segala sesuatu akan diterima sepanjang rasio menerimanya. Sementara spiritualitas sifatnya abstrak dan terkadang tidak sesuai dengan logika rasionalitas. Karenanya, sisi hakiki manusia itu kian terabaikan. Kecemasan akan hilangnya nilai-nilai spiritual itu, menurut E.F. Schumacher, tidak muncul dari sumbu ruhani yang mereka miliki, melainkan lahir dari fakta modernisme yang melahirkan krisis lingkungan, krisis bahan bakar, krisis bahan makanan dan krisis kesehatan. Schumacher melanjutkan, setiap orang mulai menyimpulkan bahwa modernisme dinilai gagal memberikan hakikat kehidupan itu sendiri. Jasa yang disumbangkan Descartes dalam sebuah revolusi intelektual ternyata memisahkan manusia dari Tuhannya. Rasionalisme model Descartes menutup beragam gerbang kearifan yang ada di dalam diri manusia. Nilai-nilai kehidupan seperti kebersamaan, solidaritas sosial, kasih sayang antar sesama, mulai tergeser dari keprihatinan dan wacana keseharian ketika keserakahan pada materi yang disimbolkan oleh iptek menjadi kerangka acuan yang dominan. Semesta yang sejatinya merupakan sahabat terdekat manusia disembelih dengan berdarah-darah dan tak kenal kompromi. Itulah sebabnya Seyyed Hossein Nasr dalam bukunya, “Islam and the Plight of Modern Man,” menegaskan bahwa manusia modern membakar dirinya sendiri. Manusia modern, lanjutnya, hidup di pinggir lingkaran eksistensi dirinya. Orientasi hidupnya amat pendek. Mereka tidak mendapatkan dasar teleologis sebagai sisi paling asasi dari manusia. Para sosiolog berpendapat bahwa terdapat kerusakan dalam jalinan struktur perilaku masyarakat modern; pertama, terjadi pada level pribadi (individu) yang berkaitan dengan motif, persepsi dan respons (tanggapan), termasuk di dalamnya konflik status dan peran; kedua, berkenaan dengan norma, yang berkaitan dengan rusaknya kaidah-kaidah yang menjadi patokan kehidupan berperilaku, yang oleh Durkheim disebut dengan kehidupan tanpa acuan norma (normlessnes); ketiga, pada level kebudayaan, krisis itu berkenaan dengan pergeseran nilai dan pengetahuan masyarakat, yang oleh Ogburn disebut gejala kesenjangan kebudayaan atau "cultural lag". 2. Peran Agama Modernitas secara faktual tidak hanya menghadirkan dampak positif, tapi juga dampak negatif. Terhadap dampak negatif ini, pertanyaan kita selanjutnya adalah apa yang seyogyanya kita lakukan, sementara modernitas dengan niscaya terus bergerak dengan tanpa memperdulikan apakah di balik gerakannya terdapat bias negatif. Modernitas yang merupakan kristalisasi budi daya manusia adalah keharusan sejarah yang tak terbantahkan, dengan demikian satu-satunya yang dapat kita lakukan adalah menjadi partisipan aktif dalam arus perubahan modernitas, sekaligus membuat proteksi dari akses negatif yang akan dimunculkan. John Naisbitt dan Patricia Aburdene dalam “Megatrends 2000“ mengatakan bahwa dalam kondisi seperti ini, maka agama merupakan satu tawaran dalam kegersangan dan kehampaan spiritualitas. Bagi manusia modern, akses-akses negatif yang ditimbulkan oleh modernisasi akan mampu di proteksi oleh kearifan esoteric sebuah religi. Tetapi yang menarik dari fenomena ini adalah bahwa kecenderungan sikap dan pilihan beragama kaum modernis adalah model beragama yang mengedepankan spirit relegiusitas ketimbang formalitas agama konvensional. Slogan mereka yang cukup terkenal itu adalah “Spirituality yes, organized relegion no”. Hal ini jika kita simak secara mendalam lebih disebabkan oleh adanya pengaruh dari karakteristik modernisasi yang mengdepankan rasio dan daya kritis terhadap sebuah kebenaran. Keagungan manusia tidak bisa dipahami tanpa keterkaitan dengan Tuhannya. Manusia, sejak di dalam kandungan, sudah mengikat perjanjian primordial dengan Sang Pencipta Itulah sebabnya, meninggalkan Tuhan dalam hidup, berarti mengingkari kesejatian manusia itu sendiri. Terdapat alasan ontologis-teologis mengapa sisi spiritualitas tetap menjadi kebutuhan perenial manusia; seprimitif dan semoderen apapun dia. Seperti sebuah cerita film, bila di dalamnya segala sesuatu telah diketahui sebelumnya, artinya tidak ada lagi misteri dan pertanyaan yang perlu dijawab, enigma yang harus diselesaikan dan lain-lain, maka tidak ada makna baru yang penting dicari karena semuanya telah terbuka dan tersibak. Apa yang menarik dari sebuah film tersebut untuk kita tonton hingga menghabiskan waktu berjam-jam, toh kita telah tahu semuanya, seperti apa ending dari ceritanya. Film baru akan menarik manakala ia menghadirkan rasa penasaran, karena ia menyimpan misteri, pertanyaan dan enigma, sehingga ia akan menghadirkan pengalaman baru bagi penontonnya. Demikian pula kehidupan ini, manakala saat kita berada di atas dunia semuanya telah menjadi nyata, semua membentangkan realitas sebenarnya, tidak ada lagi ruang suci tak tersentuh yang kemudian menjadikan kita tidak lagi mempunyai pekerjaan untuk memimpikan, mengilusikan, menghayalkan, dan menafsirkan, sesungguhnya tidak ada lagi yang namanya kehidupan di dunia. Dunia akan hidup manakala masih ada realitas tak tersentuh yang kemudian menghadirkan energi bagi manusia untuk berikhtiar mengungkapnya baik melalui penalaran, perenungan, pengembaraan jiwa dan lain-lain. Yang jelas bahwa Realitas Tak Tersentuh ini sebagai sesuatu yang berada di luar kekuasaan manusia, di luar pengalaman manusia dan mungkin di luar kemampuan akal manusia pula. Oleh manusia, Ia disebut secara beragam: Penggerak yang Tak Tergerak (Un-moved mover), Transendental, Tuhan dan lain-lain. Maka, selama Realitas Tak Tersentuh Yang Tak Terbatas ini masih ada, maka masih ada kekuatan lain yang berada di atas kekuatan manusia dan di sinilah spiritualitas menemukan ruangnya. 

BABIII
KESIMPULAN 

Sekarang, generasi pasca runtuhnya kekhalifahan, dimana matahari peradaban telah berpindah ke Barat, kaum muslim khususnya mereka yang terpelajar mempunyai amanah untuk merekonstruksi paradigma keilmuan yang saat ini sedang mengalami keruntuhan spiritual. Spiritualisasi keilmuan adalah jihad akbar yang menjadi amanah sejarah kaum muslim di zaman sekarang untuk kembali menghantarkan umat manusia pada kecemerlangan peradaban. Dari penjabaran makalah di atas dapat kita simpulkan bagaimana pentingnya spiritualisasi dizaman teknologi seperti sekarang ini agar tidak terjadi penyimpangan dan kepincangan dalam menggunakan teknologi.   


DAFTAR PUSTAKA • Al-Darda Moch. Sirojuddin, Spiritualisasi Kehidupan Manusia Era Digital. 2007 • Jeanny Ivones available Pengertian Spiritual • Pengertian Teknologi _ Adiputra's Blog….htm • Romli Hasan, Spiritualisasi Keilmuan, 2009
 
TOP