PENGANTAR PERBANDINGAN HUKUM
Fak.
Syariah smt V : Muamalah, AS,
Non-Reguler
UNSIQ
WONOSOBO
Tahun
akademik 2011/2012
Dosen :
ENDANG YULIANTI, S.H., M.H.
Perbandingan
Hukum :
Prasyarat:
Perbandingan
Hukum sebagai suatu obyek studi hukum sesungguhnya bukanlah barang baru, namun
penempatannya sebagai mata kuliah wajib dalam kurikulum fakultas Syari'ah /
Hukum Islam memang baru dimulai pada tahun akademik 2003/2004. Dalam mata
kuliah ini diajarkan perbandingan hukum baik sebagai salah satu metode penelitian
hukum maupun sebagai suatu bidang studi yang sama halnya seperti filsafat hukum
dan sosiologi hukum. Jadi, yang termasuk ke dalam materi mata kuliah ini antara
lain :
(a). Kegunaan
dan keterkaitan perbandingan hukum dengan bidang studi hukum lain
(b). Luas lingkup atau jenis – jenis perbandingan
hukum
(c). Prosedur
dan teknik perbandingan hukum sebagai metode penelitian hukum
(d) Pengertian
dan pengelompokan sistem – sistem hukum yang dianut oleh berbagai negara di
dunia ke dalam beberapa rumpun atau famili hukum berdasarkan tradisi hukumnya
yakni tradisi hukum ‘civil law’, ‘common law’, ‘socialist law’, ‘oriental law’, ‘Islamic law’, dan ‘adat law’,
(e). Karakteristik
dan perkembangan dari masing – masing tradisi hukum tersebut. Tidak termasuk ke
dalam mata kuliah ini pembahasan tentang perbandingan hukum secara khusus,
seperti perbandingan hukum pidana, perbandingan hukum perdata dan sejenisnya.
<span id="fullpost">
Sejarah, Pengertian dan Hakekat Perbandingan
Hukum.
Sejarah Perbandingan Hukum.
Studi Perbandingan Hukum, merupakan ilmu yang
sama tuanya dengan disiplin ilmu hukum itu sendiri, namun dalam perkembangannya
Study Perbandingan Hukum baru tampak pada abad ke-19 sebagai cabang ilmu khusus
dari disiplin ilmu hukum.
Secara intensif disiplin ilmu hukum berawal di Eropa yang di pelopori oleh Montesquice (Perancis), Mansfield (Inggris), dan Von Feuerbac, Thibaut, dan Gans (Jerman).
Kemudian muncul beberapa insitusi yang concern dalam pengembangan Comperative Legal Study, yaitu Institute Perbandingan Hukum di Colleg de France pada tahun 1832, pada tahun 1846 menyusul Institute Perbandingan Hukun di University of Paris.
Secara intensif disiplin ilmu hukum berawal di Eropa yang di pelopori oleh Montesquice (Perancis), Mansfield (Inggris), dan Von Feuerbac, Thibaut, dan Gans (Jerman).
Kemudian muncul beberapa insitusi yang concern dalam pengembangan Comperative Legal Study, yaitu Institute Perbandingan Hukum di Colleg de France pada tahun 1832, pada tahun 1846 menyusul Institute Perbandingan Hukun di University of Paris.
Pengertian dan Hakekat Perbandingan Hukum.
Dalam istilah inggris Perbandingan Hukum
disebut :
·
Comperative Law
(mempelajari berbagai system hokum asing dengan
maksud untuk membandingkannya),
·
Comperative Jurisprudence (suatu
studi mengenai prinsip-prinsip ilmu hokum dengan melakukan perbandingan
berbagai macam system hokum).
·
Foreign Law
(mempelajari hokum asing dengan maksud semata-mata mengetahui system hkum asing
itu sendiri dengan tidak secara nyata bermaksud untuk membandingkannya dengan
system hokum lain).
Perbandingan hokum adalah suatu metode yang
merupakan suatu cara pendekatan untuk memahami suatu obyek/masalah yang sedang
diteliti. Ada beberapa model atau paradigma mengenai penerapan metode
perbandingan hokum :
1.
Constantinesco.
Mempelajari
proses perbandingan hokum dalam tiga fase :
a.
Fase
pertama
-
Mempelajari
konsep-konsep (yang diperbandingkan) dan menerangkan menurut sumber aslinya);
-
Mempelajari
konsep-konsep itu di dalam kopleksitas dan totalitas dari sumber-sumber hokum
dengan pertimbangan dengan sungguh-sungguh dengan melihat hirarki sumber hokum
itu dan menafsirkannya dengan menggunakan metoda yang tepat atau sesuai dengan
tata hokum yang bersangkutan.
b.
Fase
kedua
-
Memahami
konsep yang diperbandingkan
Artinya mengintegrasikan konsep-konsep itu ke
dalam tata hokum mereka sendiri dengan memahami pengaruh-pengaruh yang
dilakukan terhadap konsep-konsep itu dengan menentukan unsure-unsur dalam
system dan factor diluar hokum serta mempelajari sumber-sumber social dari
hokum positif.
c.
Fase
ketiga
-
Melakukan
penjajaran (menempatkan secara berdampingan) konsep-konsep itu untuk diperbandingkan;
dilakukan dengan menggunakan metode deskripsi, analisis dan eksplansi.
2.
Kamba
Menekankan
penjelasan mengenai perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaan merupakan
sesuatu yang seharusnya ada pada perbandingan hukum. Selain itu penekanan dalam
pendekatan fungsional dan pendekatan pemecahan masalah sebagai sesuatu yang
sngat diperlukan dalam perbandingan
lintas budaya.
3.
Soerjono
Soekanto
Perbandingan
hokum diterapkan dengan memakai unsure-unsur system hokum sebagai titik tolak
perbandingan, yang mencakup tiga unsure pokok, yaitu ;
a.
Struktur
hokum yang mencakup lembaga-lembaga hokum;
b.
Substansi
hokum yang mencakup perangkat kaidah/perilaku teratur;
c.
Budaya
hokum yang mencakup perangkat nilai-nilai yang dianut.
Ragam
Perbandingan Hukum.
1. Perbandingan Hukum suatu Negara dengan Negara lain.
2. Perbandingan Hukum dari satu waktu ke waktu yang lain.
3. Perbandingan putusan pengadilan satu dengan yang lain.
4. Perbandingan antara sistem keluarga hukum yang berlaku disetiap Negara.
1. Perbandingan Hukum suatu Negara dengan Negara lain.
2. Perbandingan Hukum dari satu waktu ke waktu yang lain.
3. Perbandingan putusan pengadilan satu dengan yang lain.
4. Perbandingan antara sistem keluarga hukum yang berlaku disetiap Negara.
Kegunaan/manfaat
Perbandingan Hukum.
1.
Tahir
Tungadi
·
Berguna
untuk unifikasi dan kodifikasi nasional, regional dan internasional.
·
Untuk
harmonisasi hukum, antara konvensi internasional dengan peraturan
perndang-undangan nasional.
·
Untuk
pembaharuan hukum, yakni dapat memperdalam pengetahuan tentang hukum nasional
dan dapat secra obyektif melihat kebaikan dan kekurangan hkum nasional.
·
Untuk
menentukan asas-asas umum dari hukum (terutama bagi hakim pengadilan
internasional). Hal ini penting untuk menentukan the general principles of law yang merupakan sumber penting dari public
internasional.
2.
Ade
Maman Suherman.
·
Manfaat
internal
Dengan
mempelajari perbandingan sistem hukum dapat memahamipotret budaya hukum suatu
negaranya sendiri dan mengadopsi hal-hal yang positif dari sistem hukum asing
guna pembangunan hukum nasional.
·
Manfaat
eksternal
Dengan
mempelajari perbandingan sistem hukum baik individu, organisasi maupun negara
dapat menngambil sikap yang tepat dalam melakukan hubungan hukum dengan negara
lain yang berlainan sistem hukumnya.
·
Untuk
kepentingan harmonisasi hukum dalam pembentukan hukum supranasional.
3.
Rene
David dan Brierley
·
Berguna
dalam penelitian hokum yang bersifat historis dan filosofis.
·
Penting
untuk memahami lebih baik dan untuk mengembangkan hokum nasioanal.
·
Membantu
dalam pengembangan pemahaman terhadap bangsa-bangsa lain dalam rangka
menciptakan hubungan/suasana yang baik bagi perkembangan hubungan-hubungan
internasional.
Keluarga Hukum atau Famili hukum.
Para
sarjana dibidang perbandingan hukum telah melakukukan telaah secara
komprehensif untuk mengidentifikasi sejumlah sistem hukum yang tumbuh dan
berkembang, yang diterapkan pada masyarakat dibelahan dunia, antara lain :
1.
Marc
Ancel
Membedakan sekurang-kurangnya 5 sistem hukum
yang dikelompokkan dalam satu keluarga berdasarkan asal usul, sejarah
perkembangan dan metode penerapannya, yaitu :
a. Sistem Eropa Kontinental (system of civil law).
Argentina,
Austria, Peru, Vietnam, Jerman, Mexico, Taiwan, Brasil, Portugis.
b. Sistem Anglo American (common law system).
Ustralia,
Hongkong, New Zeland, Myanmar, India, Jamaica,
c. Sistem Timur Tengah (Middle of system).
Irak, Yordania,
Saudi Arabia, Libanon, Sudan, Siria, Maroko.
d. Sistem timur Jauh (Far east system); Cina,
Jepang.
e. Sistem negara-negara sosialis.
2.
Rene
David
a. Hukum Romawi-Jerman (the romano germanic family).
Pada
dasarnya terdiri dari system hokum yang dikodifikasikan, berorentasi pada
definisi-definisi hokum, konsep-konsep/pemikiran abstrak, tehnik hokum dan
ajaran/dogma hukum
b. Hukum Kebiasaan (the common law family).
Dibentuk
dari penyelesaian hokum secara konkret oleh hakim dalam memecahkan
perkara-perkara individual.
c. Hukum Sosialis (the family of socialist law).
d. Konsepsi-konsepsi hukum dan tatanan sosial
lainnya (keluarga hukum agama dan hukum tradisional).
*Keterangan
: a dan
b; keduanya dipengaruhi oleh moralitas
kristiani dan sejak jaman renaissance ajaran-ajaran filosofisnya menonjolkan
paham individualism, liberalisme dan hak-hak individu. Oleh karena itu ada
pendapat yang menyatakan bahwa keduanya merupakan satu keluarga besar dari
“hokum adat”
Sistem
Hukum Utama (major legal system)
Eric L
Richard (pakar hukum dari Indiana Univercity ) menjelaskan sistem hukum yang
utama di dunia (the world’s major legal
system) sebagai berikut :
1.
Civil
Law .
Hukum sipil berdasarkan kode sipil yang
terkodifikasi.
Sistem hukum ini berakar dari hukum romawi yang dipraktekkan
oleh negara-negara eropa kontinental termasuk bekas jajahannya.
2.
Common
law.
Hukum yang berdasarkan kebiasaan (custom) berdasarkan preseden (jugde made
law ).; yang dipraktekkan dinegara-negara anglo sexon seperti Inggris dan
Amerika.
3.
Islamic
Law.
Hukum yang berdasarkan syariah Islam yang
bersumber pada Alquran dan Hadist.
4.
Socialist
Law.
Sistem hukum yang dipraktekkan dinegara-negara
sosialis.
5.
Sub-Saharan
Africa.
Sistem hukum yang dipraktekkan dinegara-negara
Afrika disebelah selatan gurun Sahara.
6.
Far
East.
Sistem hukum ini merupakan sistem hukum yang
kompleks yang merupakan perpaduan antara civil law, common law dan hukum Islam
sebagai basis fundamental masyarakat.
Secara
garis besar di dunia ini meskipun dikenal ada lima sistem hukum, yaitu; Civil law, common law, socialis law,
islamic law dan sistem hukum adat, tetapi sesungguhnya yang dominan dipakai
di dunia internasional hanyalah dua, yaitu sistem hukum civil law dan common
law
Hukum Islam
l Hukum Islam bersumber dari Wahyu = Al-Qur’an
dan Assunah = sumber hukum yang tertulis = civil law è
Indonesia : UU No. 1 /1974 tentang perkawinan , UU No. 7/ 89 tentang peradilan,
KHI, UU Zakat, UU Wakaf.
l Hasil Ijtihad ulama/pendapat para ulama = fiqh,
pemahaman mujtahid, memperhatikan kondisi masyarakat = Common law. (hukum islam
dikenal dengan adanya madzhab)
l Hukum Islam = sistem Civil law dan sistem
Common law.
Civil Law
Civil
Law dapat didefinisikan sebagai suatu tradisi hukum yang berasal dari hukum
Roma yang terkodefikasi dalam Corpus Juris Civilis Justinian (pada jaman kaisar Justinianus) dan tersebar ke
seluruh benua Eropa dan seluruh dunia.
System hukum Eropa Kontinetal, dianggap sebagai hukum undang-undang
tertulis, disusun secara sistematik dan lengkap serta di bukukan. Jadi
system Eropa Kontinetal ini menganut hukum legisme, dimana paham ini menyatakan
bahwa sumber hukum adalah undang-undang. Hal ini berarti diluar undang-undang
bukan termasuk sumber hukum.
l sistem hukum Civil Law, yang ditonjolkan adalah
adanya kepastian hukum. Bila kepastian hukum sudah tercapai, maka selesailah
perkara, meskipun mungkin, bagi sebagian orang dinilai tidak adil.
l sistem hukum civil law tetap memiliki beberapa
aspek positif yang harus dijaga. Walau bagaimanapun, sistem hukum civil law
telah turut membentuk karakter kehidupan bangsa (khususnya Indonesia)
Common Law
Hukum Common Law awal mulanya dari kebiasaan di Inggris , Common Law dikenal juga dengan dengan sebutan Anglo Amarika dan Anglo Saxon. Hukum Common Law awalnya berkembang di Inggris pada abad ke-11 dan Hukum ini disebut juga dengan istilah “unwritten law”.
Hukum Common Law awal mulanya dari kebiasaan di Inggris , Common Law dikenal juga dengan dengan sebutan Anglo Amarika dan Anglo Saxon. Hukum Common Law awalnya berkembang di Inggris pada abad ke-11 dan Hukum ini disebut juga dengan istilah “unwritten law”.
- Sistem hukum Common Law lebih menonjolkan “Keadilan (Fairness)” sebagai tujuan utamanya. Sehingga, di negera yang menerapkan sistem hukum Common Law, ada pengadilan yang menjatuhkan hukuman ratusan tahun pada seorang pelaku kriminal. Hal ini dikarenakan keadilan lah yang dicari.
- Sistem hukum common Law ini sangat unik. Mereka tidak mengenal Kodifikasi ala sistem civil law. Pedoman hukum mereka bertumpu pada sejumlah jurisprudensi atau keputusan hakim terdahulu. Jadi bisa dibayangkan bagaimana banyaknya peraturan yang sudah mereka bukukan.
- karena banyaknya jurisprudensi itulah, sistem hukum common law menjadi sangat kaya dan lebih responsif dengan setiap permasalahan hukum yang ada. Ini berbeda dengan sistem hukum Civil Law yang harus mencari rujukannya pada hukum yang sudah terkodifikasi, yang kemudian harus dicarikan interpretasi hukumnya terlebih dahulu.
Struktur hukum Civil Law dan Common Law
Civil
law :
1. Hokum Privat (Hukum dagang dan Hukum sipil)
1. Hokum Privat (Hukum dagang dan Hukum sipil)
2. Hukum Publik (Hukum tata Negara, Hukum
administrasi Negara, dan Hukum pidana.
3. Menyatukan (unifikasi) hukum perdata dan hukum
dagang.
Common
law :
1. Hukum
Privat (Hukum tentang orang, Hak milik, Hukum perjanjian, dan Hukum tentang
berbuatan melawan hukum.
2. Hukum
Publik (Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, dan Hukum pidana.
Ciri-ciri khusus dari hukum:
Civil Law
vs Common Law
Hukum merupakan produk Legislatif vs Hukum
merupakan produk Hakim.
Hukum adalah peraturan perundang-undangan vs Hukum
adalah keputasan Hakim.
Dipengaruhi oleh persepsi hukum Romawi vs Dipengaruhi oleh kebiasaan (adat) Inggris.
Sistem hukumnya memakai metode deduktif vs Logika berpikirnya memakai metode indukti
dan analogi.
Tidak mengenal Dualisme hukum kebiasaan dan
kepatutan vs Menggunakan dualisme hokum
kebiasaan
dan kepatutan.
Semua system Civil Law dikodifikasi dalam suatu
peraturan perundang-undangan vs Tidak
mengenal
kodifikasi Keputusan pengadilan, bukan sumber hukum yang pertama, tetapi
keterangan
mengenai hukum.
Keputusan pengadilan, merupakan sumber hukum
yang pertama. Semua system Civil Law
berbeda dalam substansi dan posedur antara
perdata dan hukum perdata.
PERBEDAAN CIVIL LAW VS COMMON LAW
Ada
perbedaan yang sangat mendasar antara sistem hukum
Continental (Eropa) dan sistem hukun
Anglo-Saxon (AS).
è Pada
sistem hukun continental, filosofinya tampak pada sifat-sifatnya yang represif, yang senantiasa cenderung melindungi
yang berkuasa. Hal ini bisa dimaklumi karena yang berkuasa (waktu itu) adalah
kolonial Belanda yang jelas ingin mempertahankan dan mengokohkan kekuasaannya
melalui berbagai undang-undang atau sistem hukumnya.
è Sedang
sistem hukum Anglo Saxon selain tentunya ada sifat yang represif, namun sifat penekanannya lebih
mengutamakan pada sifat-sifat yang preventif. Pasal-pasalnya merupakan
rambu-rambu untuk mencegah munculnya KKN dalam segala bentuk maupun
manifestasinya. Selain mencegah terjadinya white
collar crime dan corporate crime juga untuk mencegah terjadinya
distorsi, keharusan memberikan proteksi bagi kepentingan umum dan bukan untuk
kepentingan orang perorang, serta menjamin partisipasi dan pengawasan sosial
secara transparan dan demokratis.
Dengan
pengalaman krisis yang multidimensi sekarang ini, bukankah sudah tiba waktunya
untuk memikirkan secara serius, untuk mengalihkan sistem hukum Continental kita
ke hukum Angl-Saxon bagi sistem hukum Indonesia Baru di masa mendatang.
(Cartono Soejatman).
Perbedaan mendasar Anglo Saxon dengan Continental terletak pada
perangkat hukum yang dipakai dan sistem politik yang digunakan.
Sistem
Anglo-Saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu
keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan
hakim-hakim selanjutnya. Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada
(kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika Serikat (walaupun negara bagian Louisiana
mempergunakan sistem hukum ini bersamaan dengan sistim hukum Eropa Kontinental
Napoleon).
Selain
negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga menerapkan sistem hukum
Anglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan,
India dan Nigeria yang menerapkan sebagian besar sistem hukum Anglo-Saxon,
namun juga memberlakukan hukum adat dan hukum agama.
Sistem hukum anglo saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah terutama pada masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman.
Sistem hukum anglo saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah terutama pada masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman.
Pendapat
para ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim, dalam
memutus perkara. Anglo-Saxon adalah sebuah wilayah yang menarik. Nama
Anglo-Saxon, sejak abad ke-8 lazim dipakai untuk menyebut penduduk Britania
Raya, yakni bangsa Germania yang berasal dari suku-suku Anglia, Saks, dan Yut.
Konon, pada tahun 400 M mereka menyeberang dari Jerman Timur dan Skandinavia
Selatan untuk menaklukkan bangsa Kelt, lantas mendirikan 7 kerajaan kecil yang
disebut Heptarchi. Mereka dinasranikan antara 596-655 M.
Sejarah
Anglo-Saxon ini, oleh Theresa Tomlinson, diangkat menjadi latar cerita dalam
novel Gadis Serigala, sebuah fiksi remaja tentang seorang gadis pemberani
bernama Wulfrun. Wulfrun anak seorang penenun, Cwen. Mereka tinggal di wilayah
kekuasaan Biara Whitby yang dikepalai oleh Suster Hild. Setiap hari, Wulfrun
bertugas menggembalakan angsa-angsa mereka bersama sahabatnya, Cadmon, seorang
penggembala sapi. Cwen anak-beranak hidup sangat miskin. Saking miskinnya, dia
terpaksa menjual putra sulungnya, Sebbi, sebagai budak. Pada masa tersebut,
perbudakan masih menjadi sesuatu yang lazim terjadi.
Barangkali
akibat perang yang terus berlangsung antara daerah-daerah yang saling
berseteru. Rakyat di sana terbagi menjadi dua: kaum bebas dan kaum tak bebas.
Sejarah Eropa dan Amerika Utara menjadi acuan bagi studi kasus bangkitnya
lapisan menengah, yang lebih dikenal sebagai perjuangan kelas menengah selama
abad ke-18 dan akhir abad ke-19.
Dua
model yang diajukan Francois Raillon, yakni model Anglo-Saxon dan model Eropa
Kontinental, menarik untuk disimak. Model Anglo-Saxon, yang menurut Raillon
terlalu mengandalkan pengalaman sejarah kaum borjuis Inggris dan Amerika
Serikat, tak selamanya relevan untuk menjelaskan kemungkinan tumbuhnya
demokratisasi politik dan ekonomi di negara berkembang. Terlalu banyak
menekanan diberikan pada model “masyarakat” berhadapan dengan “negara”.
Raillon
mengisahkan bahwa lapisan menengah dapat tumbuh dan berkembang dalam tubuh
kehidupan negara, karena keterkaitan antara pejabat negara dan mitranya di
kalangan swasta. Model ini, katanya, lebih cocok untuk menggambarkan tumbuhnya
lapisan menengah, terutama di negara bekas jajahan Prancis, termasuk di
Indocina.
Perdebatan
tentang model Anglo-Saxon atau model Eropa Kontinental sesungguhnya tak
bermakna terlalu besar. Bagaimanapun, kedua model itu dikembangkan atas dasar
struktur dan sifat perekonomian dunia yang jauh berbeda dari perkembangan
ekonomi 30 tahun terakhir. Perekonomian dunia 30 tahun terakhir (1966-1996)
jauh berbeda dengan perekonomian masa sebelumnya, tatkala revolusi informasi
belum berkembang pesat. Karena lingkungan berbeda maka berbeda pula lintasan
peran lapisan menengah mancanegara.
Perbedaan
paling utama ialah lapisan menengah mancanegara kini lebih banyak berpangkal
pada ekonomi informasi atau ekonomi pengetahuan. Berbeda dengan masa pra-1966,
gerak ekonomi di dunia sekarang lebih mengandalkan peran pengolahan (informasi,
jasa, teknologi) daripada perekonomian produksi dan perdagangan. Ini berarti
pendorong perekonomian lebih banyak dilakukan oleh kecepatan dan ketepatan
pengolahan ilmu pengetahuan daripada pemroses produksi barang dan distribusi.
Setiap hari sekitar US$ 1,6 trilyun diolah dalam transaksi valuta asing,
sedangkan perdagangan barang manufaktur (bermakna membuat barang dengan tangan)
“hanya” sekitar US$ 600 milyar. Ini berarti lapisan menengah di mancanegara
sebagian terbesar adalah ahli pengolah otak daripada pengolah otot. Maka
lapisan menengah masa kini bukan lagi kaum pedagang tahun 1940-an atau 1950-an
yang menjadi pemilik tanah, modal, dan tenaga kerja. Lapisan menengah Indonesia
kini makin terdiri atas pekerja otak (insinyur, ahli hukum, akuntan, pialang
pasar modal, dokter spesialis). Kesetiaan mereka adalah pada keahlian
profesinya, bukan terhadap perusahaan tertentu.
Di sisi
lain, Friedman tidak menganalisis lebih jauh bahwa pada dasarnya demokrasi
bukan sebuah sistem praktis untuk setiap negara dengan resep yang sama, yang
hal ini terlihat dari tradisi Kontinental dan Anglo-Saxon. Bahkan kini Nicholas
Syarkozi ingin agar Prancis lebih menyerupai demokrasi Amerika. Maksudnya,
pengembangan demokrasi lebih dekat dengan kecenderungan yang nisbi atau sesuatu
yang to come dan tertunda sebagaimana diungkap filsuf Derrida.
Ketidakmampuan
melihat tabiat dan kondisi Timur Tengah-lah yang menyebabkan kegagalan misi
Amerika. Pada dasarnya masyarakat Timur Tengah menolak proyek peradaban yang
prestisius menuju demokrasi, dan kebebasan bukan karena nilai-nilai itu
bertentangan, melainkan lebih disebabkan oleh perbuatan Amerika yang permisif.
Pada prinsipnya, masyarakat Arab tidak lebih heterofobia dibandingkan dengan
Amerika.
Perbedaan mendasar Anglo Saxon dengan
Continental terletak pada perangkat hukum yang dipakai dan sistem politik yang
digunakan. Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang
dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata
disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik.
Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta
kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan
pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan
(hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga
negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan,
perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan
tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada
beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut
juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon
(yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara
persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya
Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem
hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia
didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada
masa penjajahan.
System
hukum continental
Sistem
hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya
berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis
yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Hampir 60%
dari populasi dunia tinggal di negara yang menganut sistem hukum ini. Sistem
hukum yang juga dikenal dengan nama Civil Law ini berasal dari Romawi yang
kemudian berkembang ke Prancis. Perkembangannya diawali dengan pendudukan
Romawi atas Prancis. Pada masa itu sistem ini dipraktekkan dalam interaksi
antara kedua bangsa untuk mengatur kepentingan mereka. Proses ini berlangsung
bertahun-tahun, sampai-sampai negara Prancis sendiri mengadopsi sistem hukum
ini untuk diterapkan pada bangsanya sendiri.Bangsa Prancis membawa sistem ini
ke Negeri Belanda, dengan proses yang sama dengan masuknya ke Prancis.
Selanjutnya sistem ini berkembang ke Italia, Jerman, Portugal, Spanyol, dan
sebagainya. Sistem ini pun berkembang ke seluruh daratan benua Eropa. Ketika
bangsa bangsa Eropa mulai mencari koloni di Asia, Afrika, dan Amerika Latin,
sistem hukum ini digunakan oleh bangsa-bangsa Eropa tersebut untuk mengatur
masyarakat pribumi di daerah jajahannya. Misalnya Belanda menjajah Indonesia.
Pemerintah penjajah menggunakan sistem hukum Eropa Kontinental untuk mengatur
masyarakat di negeri jajahannya. Apabila terdapat suatu peristiwa hukum yang
melibatkan orang Belanda atau keturunannya dengan orang pribumi, sistem hukum
ini yang menjadi dasar pengaturannya. Selama kurang lebih empat abad di bawah
kekuasaan Portugis dan seperempat abad pendudukan Indonesia, sistem hukum Eropa
Kontinental yang berlaku.
Sekarang
di bawah Pemerintah Transisi PBB (UNTAET), sistem hukum ini tetap diberlakukan
di Timor Lorosae. Pasal 3 Regulasi UNTAET No. 1/1999 menyebutkan bahwa hukum
yang berlaku di Timor Lorosae sebelum 25 Oktober 1999 tetap berlaku, sejauh
tidak bertentangan dengan standar internasional. Dengan demikian berarti sistem
hukum Eropa Kontinental yang diberlakukan Indonesia tetap berlaku. Hal yang
membedakan sistem Civil Law dengan sistem Common Law (yang juga disebut sistem
Anglo-Saxon) adalah, pertama, pada Civil Law dikenal apa yang dinamakan
“kodifikasi hukum”. Artinya pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab
undang-undang secara sistematis dan lengkap. Tujuannya adalah untuk memperoleh
kepastian hukum, penyederhanaan hukum, dan kesatuan hukum. Contoh hukum yang
sudah dikodifikasi dalam kitab undang-undang adalah Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP), Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), dan Kitab
Undang-undang Hukum Dagang (KUHD). Kitab-kitab di atas ditulis dan disusun oleh
pemerintah kolonial Belanda dan diberlakukan di Indonesia sampai sekarang.
Kedua, sistem hukum Eropa Kontinental tidak mengenal adanya juri di pengadilan.
Hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutuskan suatu perkara selalu adalah
majelis hakim (panel), yang terdiri dari tiga orang. Kecuali untuk kasus-kasus
ringan dan kasus perdata, yang menangani bisa hakim tunggal.
Sumber-sumber Hukum.
Civil Law
:
1. Perundang-undangan
2. Hukum
kebiasaan
3. Yurispudensi
4. Ilmu
Hukum.
5. Asas
Hukum
Common
Law :
1. Yurisprudensi
2. Statute
Law (Undang-undang)
3. Costum
(kebiasaan)
4. Reasen
(akal sehat)
6. Konsepsi,
Unifikasi, dan Kodifikasi Civil Law.
Maksud
dari Konsepsi Hukum adalah mengatur tingkah laku para anggota masyarakat dalam pergaulannya
satu sama lain agar dapat di jamin dalam ketertiban dalam masyarakat.
Kodifikasi
adalah suatu usaha untuk menuangkan materi hukum tertentu dalam suatu kitab
undang-undang yang bermaksud mengatur suatu materi hukum secara lengkap dan
sistematis. Maksud dari Kodifikasi adalah untuk memuat prinsip-prinsip hukum
yang bersifat universal, sedangkan undang-undang bersifat nasional.
Fungsi
hukum.
Aspek Polocy Directing :
Aspek Polocy Directing :
Memberi
norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat, dalam hubungan
satu sama lain. Untuk menciptakan suatu tertib masyarakat yang merupakan suatu
modal pengaturan masyarakat.
Aspek Litigus :
Memberi
penyelesaiaan jika terjadi suatu benturan kepentingan diantara anggota
masyarakat dalam hubungan satu sama lain. Unifikasi adalah mengatukan satu
hukum dengan hukum yang lain.
7. Equity
(common law)
Equity
adalah suatu kumpulan norma-norma hukum yang berkembang pada abad ke-13 yang
diterapkan oleh Court of Chancery. Fungsi equity adalah melengkapi
kekurangan-kekurangan Common Law dan mengdakan koreksi terhadap Common Law.
Awal timbulnya Equity terjadi pada masa pemerintahan raja Henri II, Equity
timbul karena Common Law dalam memberikan hukuman tidak memuaskan para pencari
keadilan, bahkan dalam banyak hal tidak dapat mengadilinya.
8. Aliran
Rechtsvinding (penemuan hukum)
Aliran Rechtsvinding: dapat dianggap sebagai aliran tengah antara Aliran Legisme dan Freie Rechtsbewegung, hakim terkait pada undang-undang, akan tetapi tidaklah seketat Aliran Legisme. Karena hakim juga memiliki kebebasan akan tetapi tidak seperti Aliran Freie Rechtsbewegung. Sehingga dapat melakukan tugas-tugasnya kebebasan yang terikat (gebonded-vrijheid) atau keterikatan yang bebas (vrije-gebondenheid).
Aliran Rechtsvinding: dapat dianggap sebagai aliran tengah antara Aliran Legisme dan Freie Rechtsbewegung, hakim terkait pada undang-undang, akan tetapi tidaklah seketat Aliran Legisme. Karena hakim juga memiliki kebebasan akan tetapi tidak seperti Aliran Freie Rechtsbewegung. Sehingga dapat melakukan tugas-tugasnya kebebasan yang terikat (gebonded-vrijheid) atau keterikatan yang bebas (vrije-gebondenheid).
Dalam
perkembangan lebih lanjut pandangan-pandangan terhadap hukum ada
perubahan-perubahan karena :
1. Hukum
ini harus berdasarkan asas keadilan masyarakat yang terus berkembang.
2. Pembuatan
undang-undang tidak dapat mengikuti kecepatan gerak masyarakat atau proses perkembangan sosial.
3. Undang-undang
tidak dapat menyelesaikan masalah yang timbul.
4. Undang-undang
tidak dapat sempurna.
5. Undang-undang
tidak dapat lengkap dan mencangkup segala-galanya.
6. Apa yang patutbdan masuk akal dalam
kasus-kasus tertentu juga berlaku bagi
kasus lain yang sama.
Menurut Aliran Rechtvinding, hukum terbentuk dengan beberapa cara :
1. Pembentukan Undang-undang.
2. Administrasi
(tata usaha) negara.
3. Peradilan.
4. Kebiasaan
(tradisi) yang sudah mengikat masyarakat.
5. Ilmu
Asas Preseden
Dalam system Civil Law, hakim memiliki kebebasan, yakni dalam arti memilikki prinsip membuat hokum sendiri dalam menlihat kasus-kasus sebelumnya. Sehingga hokum lebih banyak bersumber kepada keputusan-keputusan dari hokum yang lebih tinggi dan keputusan hakim yang terdahulu dari lembganya sendiri yang menghasilkan The Binding Force of Presedent.
Asas Preseden berlaku berdasarkan Empat factor :
1. Bahwa
penerapan dari peraturan-peraturan yang sama dari kasus-kasus yang sama
menghasilkan perlakuan yang sama, bagi siapa yang mengadap pada pengadilan.
2. Bahwa
mengikuti Preseden secara konsisten dapat menyumbahkan masalah-masalahnya
dikemudian hari.
3. Bahwa
pengguna kreteria yang mantap untuk menempatkan masalah-masalah yang baru dapat
menghemat waktu dan tenaga.
4. Bahwa
pemakaian putusan-putusan yang lebih dahulu menunjukkan adanya kewajiban untuk
menghormati kebijakan dan pengalaman dari pengadilan pada generasi sebelumnya.
0 comments:
Post a Comment