KESULITAN BELAJAR MEMBACA (DISLEKSIA)
MAKALAH BIMBINGAN KONSELING
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliyah Bimbingan Konseling
Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtida’iyah (PGMI) dalam fakultas ilmu
tarbiyah dan keguruan
Disusun Oleh:
Agus Riyanto
NIM : 102008002
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ)
JAWATENGAH DI WONOSOBO
2012
BAB. 1
PENDAHULUAN
Membaca merupakan
salah satu fungsi tertinggi otak manusia dari semua makhluk hidup di dunia ini,
cuma manusia yang dapat membaca. Membaca merupakan fungsi yang paling penting
dalam hidup dan dapat dikatakan bahwa semua proses belajar didasarkan pada
kemampuan membaca. Anak-anak dapat membaca sebuah kata ketika usia mereka satu
tahun, sebuah kalimat ketika berusia dua tahun, dan sebuah buku ketika berusia
tiga tahun dan mereka menyukainya.
Istilah disleksia berasal dari
bahasa Yunani, yakni dys yang berarti sulit dalam dan lex berasal dari legein,
yang artinya berbicara. Jadi secara harfiah, disleksia berarti kesulitan yang
berhubungan dengan kata atau simbol-simbol tulis. Kelainan ini disebabkan oleh
ketidakmampuan dalam menghubungkan antara lisan dan tertulis, atau kesulitan
mengenal hubungan antara suara dan kata secara tertulis.
Gejalanya, anak memiliki kemampuan
membaca di bawah kemampuan yang seharusnya dilihat dari tingkat inteligensia,
usia dan pendidikannya. Hal ini dikarenakan keterbatasan otak mengolah dan
memproses informasi tersebut. Disleksia merupakan kesalahan pada proses
kognitif anak ketika menerima informasi saat membaca buku atau tulisan.
Jika pada anak normal kemampuan
membaca sudah muncul sejak usia enam atau tujuh tahun, tidak demikian halnya
dengan anak disleksia. Sampai usia 12 tahun kadang mereka masih belum lancar
membaca. Kesulitan ini dapat terdeteksi ketika anak memasuki bangku sekolah
dasar.
BAB. II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar adalah suatu
kondisi dalam proses belajar yang ditandai dengan hambatan-hambatan tertentu,
dalam mencapai tujuan belajar. Kondisi ini ditandai kesulitan dalam tugas-tugas
akademik, baik disebabkan oleh problem-problem neurologis, maupun sebab-sebab
psikologis lain, sehingga prestasi belajarnya rendah, tidak sesuai dengan
potensi dan usaha yang dilakukan.
Kesulitan belajar pada dasarnya
suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis manifiestasi tingkah laku (bio-psikososial)
baik secara langsung atau tidak, bersifat permanen dan berpotensi
menghambat berbagai tahap belajar siswa.
Dari sejumlah pendapat di atas,
kesulitan belajar mempunyai pengertian yang luas dan terjabarkan dalam
istilah-istilah, seperti:
a)
Learning Disorder (ketergantungan belajar), adalah keadaan di mana
proses belajar siswa terganggu, karena timbulnya respons yang bertentangan.
Pada dasarnya siswa, yang mengalami gangguan belajar seperti ini, prestasi
belajarnya tidak terganggu, akan tetapi proses belajarnya yang terlambat, oleh
adanya respon-respon yang bertentangan. Dengan demikian, hasil belajar yang
dicapai akan lebih rendah dari potensi yang dimiliki.
b)
Learning Disabelities (ketidakmampuan belajar), adalah ketidakmampuan
seorang siswa, yang mengacu kepada gejala di mana siswa tidak mampu
belajar (menghindari belajar), sehingga hasil belajarnya di bawah potensi
intelektualnya.
c)
Learning Disfunction (ketidak_fungsian belajar), adalah gejala di mana
proses belajar tidak berfungsi dengan baik, meskipun pada dasarnya tidak
ada tanda-tanda subnormalitas mental, gangguan alat dria atau
gangguan-gangguan psikologis yang lainnya.
d)
Under Achiever (pencapaian randah), yang mengacu kepada anak-anak atau
siswa yang memiliki tingkat potensi intelektual di atas normal, tetapi prestasi
belajarnya tergolong rendah. Terbukti, pada hasil belajar (sekolah) yang buruk.
e)
Slow Learner (lambat belajar), adalah siswa yang lambat dalam
proses balajarnya, sehingga membutuhkan waktu lebih lama, dibandingkan
dengan anak-anak yang lain memilih taraf potensial intelektual yang sama.
1) Strata Jenis Kesulitan Belajar
Mengenali kesulitan belajar jelas
berbeda dengan mendiagnosis penyakit cacar air atau campak. Cacat air dan
campak tergolong penyakit dengan gejala yang dapat dikenali dengan mudah.
Berbeda dengan kesulitan belajar (learning disorder) yang sangat rumit
dan meliputi begitu banyak kemungkinan penyebab, gejala-gejala, perawatan,
serta penanganan. Kesulitan belajar yang memiliki beragam gejala ini, sangatlah
sulit untuk didiagnosis dan dicari penyebab secara pasti. Hingga saat ini belum
ditemukan obat atau perawatan yang sanggup menyembuhkan mereka sepenuhnya.
Faktor hereditas (genetik)
dan lingkungan (environmental) siswa, sangat berpengaruh terhadap proses
dan hasil belajarnya. Artinya, potensi intelligensi, bakat, minat, motivasi,
kurikulum, kualitas dan model pembelajaran guru, turut memberikan andil bagi
keberhasilan anak didiknya di sekolah.
2)
Macam-macam Kesulitan Belajar Siswa
Tidak semua kesulitan dalam proses
belajar dapat disebut learning disorder. Sebagian anak atau siswa
mungkin hanya mengalami kesulitan dalam mengembangkan bakatnya. Kadang-kadang,
seseorang memperlihatkan ketidak wajaran dalam perkembangan alaminya, sehingga
tampak seperti penderita berkesulitan belajar, namun ternyata hanyalah
keterlambatan dalam proses pendewasaan diri saja. Sebenarnya, para ahli telah
menentukan kriteria-kriteria pasti dimana seseorang dapat dinyatakan sebagai penderita
kesulitan belajar.
Kriteria yang harus dipenuhi sebelum
seseorang dinyatakan menderita kesulitan belajar, tertuang dalam sebuah buku
petunjuk yang berjudul DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorder). Diagnosis yang didasarkan pada DSM umumnya dilakukan ketika
individu mengajukan perlindungan asuransi kesehatan dan layanan perawatan. Wood
(2005), menyebutkan kesulitan belajar dapat dibagi menjadi tiga kategori besar,
diantaranya:
a.
Kesulitan dalam berbicara dan berbahasa
b.
Permasalahan dalam hal kemampuan akademik
c.
Kesulitan lainnya, yang mencakup kesulitan dalam mengordinasi gerakan anggota
tubuh serta permasalahan belajar yang belum dicakup oleh kedua kategori di
atas.
Masing-masing kategori itu mencakup
pula kesulitan-kesulitan lainnya yang lebih spesifik, dan pada makalah ini akan
dipaparkan tentang kesulitan belajar membaca (disleksia).
B.
Pengertian Disleksia
Istilah disleksia berasal dari
bahasa Yunani, yakni dys yang berarti sulit dalam dan lex berasal dari legein,
yang artinya berbicara. Jadi secara harfiah, disleksia berarti kesulitan yang
berhubungan dengan kata atau simbol-simbol tulis. Kelainan ini disebabkan oleh
ketidakmampuan dalam menghubungkan antara lisan dan tertulis, atau kesulitan
mengenal hubungan antara suara dan kata secara tertulis.
Bryan & Bryan (dalam
Abdurrahman, 1999: 204), menyebut disleksia sebagai suatu sindroma
kesulitan dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat,
mengintegrasikan komponen-komponen kata dan kalimat dan dalam belajar segala
sesuatau yang berkenaan dengan waktu, arah dan masa. Sedangkan, menurut Lerner
seperti di kutip oleh Mercer (1979: 200), mendefinisikan kesulitan belajar
membaca sangat bervariasi, tetapi semuanya menunjuk pada adanya gangguan fungsi
otak.
Pada kenyataannya, kesulitan membaca
dialami oleh 2-8% anak sekolah dasar. Sebuah kondisi, dimana ketika anak atau
siswa tidak lancar atau ragu-ragu dalam membaca; membaca tanpa irama (monoton),
sulit mengeja, kekeliruan mengenal kata; penghilangan, penyisipan, pembalikan,
salah ucap, pengubahan tempat, dan membaca tersentak-sentak, kesulitan
memahami; tema paragraf atau cerita, banyak keliru menjawab pertanyaan yang
terkait dengan bacaan; serta pola membaca yang tidak wajar pada anak.
1) Karakteristik Disleksia
Ada empat kelompok karakteristik
kesulitan belajar membaca, yaitu kebiasaan membaca, kekeliruan mengenal kata,
kekeliruan pemahaman, dan gejala-gejala serba aneka, (Mercer, 1983). Dalam
kebiasaan membaca anak yang mengalami kesulitan belajr membaca sering tampak
hal-hal yang tidak wajar, sering menampakkan ketegangannya seperti
mengernyitkan kening, gelisah, irama suara meninggi, atau menggigit bibir.
Mereka juga merasakan perasaan yang tidak aman dalam dirinya yang ditandai
dengan perilaku menolak untuk membaca, menangis, atau melawan guru. Pada saat
mereka membaca sering kali kehilangan jejak sehingga sering terjadi pengulangan
atau ada barisyang terlompat tidak terbaca.
Dalam kekeliruan mengenal kata ini
memcakup penghilangan, penyisipan, penggantian, pembalikan, salah ucap,
perubahan tempat, tidak mengenal kata, dan tersentak-sentak ketika membaca. Kekeliruan
memahami bacaan tampak pada banyaknya kekeliruan dalam menjawab pertanyaan yang
terkait dengan bacaan, tidak mampu mengurutkan cerita yang dibaca, dan tidak mampu
memahami tema bacaan yang telah dibaca. Gejala serb aneka tampak seperti
membaca kata demi kata, membaca dengan penuh ketegangan, dan membaca dengan
penekanan yang tidak tepat.
2) Gejala
Gejala disleksia, anak
memiliki kemampuan membaca di bawah kemampuan yang seharusnya dilihat dari
tingkat inteligensia, usia dan pendidikannya. Hal ini dikarenakan keterbatasan
otak mengolah dan memproses informasi tersebut. Disleksia merupakan
kesalahan pada proses kognitif anak ketika menerima informasi saat membaca buku
atau tulisan.
Jika pada anak normal kemampuan
membaca sudah muncul sejak usia enam atau tujuh tahun, tidak demikian halnya
dengan anak disleksia. Sampai usia 12 tahun kadang mereka masih belum
lancar membaca. Kesulitan ini dapat terdeteksi ketika anak memasuki bangku
sekolah dasar.
Ciri-ciri disleksia:
·
Sulit mengeja dengan benar. Satu
kata bisa berulangkali diucapkan dengan bermacam ucapan.
·
Sulit mengeja kata atau suku kata
yang bentuknya serupa, misal: b-d, u-n, atau m-n.
·
Ketika membaca anak sering salah
melanjutkan ke paragraph berikutnya atau tidak berurutan.
·
Kesulitan mengurutkan huruf-huruf
dalam kata.
·
Kesalahan mengeja yang dilakukan
terus-menerus. Misalnya kata pelajaran diucapkan menjadi perjalanan.
Banyak faktor yang menjadi penyebab
disleksia antara lain genetis, problem pendengaran sejak bayi yang tidak
terdeteksi sehingga mengganggu kemampuan bahasanya, dan faktor kombinasi
keduanya. Namun, disleksia bukanlah kelainan yang tidak dapat disembuhkan. Hal
paling penting adalah anak disleksia harus memiliki metode belajar yang sesuai.
Karena pada dasarnya setiap orang memiliki metode yang berbeda-beda, begitupun
anak disleksia.
Dari beberapa informasi tentang disleksia
ditemukan bahwa kebanyakan anak diketahui mengalami disleksian agak terlambat,
biasanya dikarenakan baru belajar membaca di usia lebih dari 6 tahun.
Akibatnya, orang tua agak terlambat menyadari dan baru datang pada kami di
akhir semester 2 (kelas 1 SD) menjelang kenaikan kelas atau setelah diultimatum
oleh guru kelasnya bahwa apabila di akhir tahun pelajaran anaknya belum dapat
membaca dengan lancar maka anak tersebut terpaksa tidak naik kelas.
Ternyata benar apa yang ditemukan
oleh Glenn Doman dari penelitiannya selama berpuluh-puluh tahun di 100 negara
di 5 benua bahwa seorang anak akan belajar membaca lebih cepat apabila mereka
belajar di usia yang lebih muda (How to Teach Your Baby to Read; 1987).
Hanya memang mengajar anak yang lebih muda memerlukan kesabaran ekstra, selain
pengetahuan kependidikan yang cukup. Gejala yang biasanya nampak yaitu pada
saat anak itu mulai belajar membaca atau mulai mengenal bentuk-bentuk awal, dia
sudah mengalami kesulitan. Sering kali anak tersebut salah mendengar atau
mengucapkan huruf. Anak dengan disleksia akan kesulitan dalam membaca. Misalnya,
ketika membaca sering ada huruf yang terlompati, atau terbalik, atau bahkan ada
yang bisa membaca tapi mereka tidak mengerti apa yang mereka baca. Pada kasus
yang lain, ketika membaca, anak dengan disleksia ini melihat tulisan seperti
berbayang. Hal ini bukan karena ada gangguan pada matanya, tapi karena
pemprosesannya yang tidak benar. Kondisi tersebut hanya bisa dideteksi oleh
dokter dengan menggunakan alat yang disebut "Erlen Lens". Pada
kondisi lain, anak dengan disleksia menulis secara terbalik. Kita baru bisa
memahami tulisannya jika kita membacanya dengan kaca. Kasus ini disebut dengan
"Mirror Writing".
Kesulitan membaca pada anak penderita disleksia tentu saja
akan berpengaruh pada kemampuannya memahami mata pelajaran yang lain. Dalam
pelajaran matematika, misalnya, anak akan kesulitan memahami symbol-simbol.
Karena anak yang mengalami disleksia, akan berpengaruh ke seluruh aspek
kehidupannya. Kadang-kadang dalam berbicara pun maksud mereka sulit dipahami.
Pada kasus yang dialami oleh klien diatas, maka dapat
diketahui bahwa klien mengalami kesulitan belajar membaca (disleksia).
Hal ini dapat dibuktikan melalui asesmen informal, yang didalamnya terdapat
kemampuan membaca lisan, dan membaca pemahaman.
Ø Membaca
lisan
Menurut Hargrove dan Poteet, 1984, ada 13 jenis perilaku
yang mengindikasikan bahwa anak berkesulitan belajar membaca lisan, dibawah ini
adalah perilaku yang dialami oleh klien, yaitu:
1)
Menunjuk tiap kata yang sedang dibaca. Hal ini dialami oleh klien, tiap kali
klien disuruh membaca dia pasti menunjuk tiap kata yang dibaca.
2)
Menelusuri tiap baris yang sedang dibaca dari kiri ke kanan dengan jari. Selain
menunjuk tiap kata klien juga menelusuri tiap baris yang dibaca dengan jari
atau alat tulis yang dibawanya.
3)
Menggerakkan kepala, bukan matanya yang bergerak. Setiap klien membaca pasti
kepalanya ikut bergerak sama dengan posisi kata yang dibacanya.
4)
Menempatkan buku dengan cara yang aneh. Hal ini terlihat ketika klien akan
mulai membaca, klien sering meletakkan buku terbalik.
5)
Menempatkan buku terlalu dekat dengan mata. Buku yang dibaca oleh klien
letaknya sangat dekat dengan matanya, seringkali klien menutup wajahnya dengan
buku jika dia kelelahan belajar membaca.
6)
Sering melihat gambar. klien lebih tertarik dengan buku yang terdapat gambar
didalamnya, meskipun klien sudah duduk dikelas V, klien masih suka
memperhatikan gambar daripada tulisan yang ada disebelah gambar.
7)
Mulutnya komat-kamit waktu membaca. Sebelum membaca dengan bersuara, klien
terlebih dahulu komat-kamit dengan kata yang akan dibacanya.
8)
Membaca kata demi kata. Meskipun klien saat ini sudah kelas V, klien masih
tetap mengeja tulisan yang dibaca, bahwan memerlukan waktu yang lama.
9)
Membaca tanpa ekspresi. Setiap klien disuruh membaca maka akan membaca tulisan
tersebut, namun dia tidak bisa mengekspresikan apa yang dia baca.
10)
Adanya suara aneh atau tegang, hal ini sering terjadi jika klien disuruh
membaca satu kalimat yang sama akan tetapi masih tetap tidak lancar.
Dari 10 jenis perilaku yang dialmi klien, sudah cukup
membuktikan bahwa sebagian perilaku klien sudah tergolong dalam kesulitan
membaca lisan.
Ø Membaca
pemahaman
Menurut Ekwall, 1984 ada tujuan kemampuan yang ingin dicapai
melalui membaca pemahaman, yaitu:
1)
Mengenal ide pokok suatu bacaan
2)
Mengenal detail yang penting
3)
Membangkitkan imajinasi visual
4)
Meramalkan hasil
5)
Mengikuti petunjuk
6)
Mengenal organisasi karangan
7)
Membaca kritis
Untuk melatih membaca pemahaman, biasanya anak diberi tugas
untuk membaca yang dikenal dengan membaca dalam hati. Yang tujuan membaca dalam
hati sama dengan membaca pemahaman. Dalam hal ini klien tidak dapat
melakukannya, jika klien disuruh membaca dalam hati, klien justru diam dan
mengalihkan perhatiannya.
Selain membaca dalam hati. Membaca pemahaman juga dapat
diketahui jika anak dapat menjawab pertanyaan yang sesuai dengan data dalam
bacaan. Klien juga belum bisa menjawab pertanyaan jika dia tidak dibantu.
Kondisi yang dialami oleh klien diatas, maka klien
memerlukan bantuan agar klien bisa sembuh. Penanganan anak disleksia ini
berbeda pada setiap individu. Seorang guru sebaiknya memberikan system
pengajaran yang individual. Untuk itu, kerjasama antara orang tua, guru dan
psikolog sangat diperlukan untuk menangani disleksia pada anak. jika masalah
disleksia pada anak tidak ditangani secara tuntas, akan memberikan dampak yang
buruk terhadap masa depan anak. Banyak anak yang mengalami disleksia yang tidak
mendapatkan penanganan menjadi frustasi dan drop out dari sekolah.
Kurangnya pengetahuan para orang tua mengenai masalah
disleksia menyebabkan kasus disleksia pada anak sering tidak terdeteksi. Jika
ditangani secara dini kondisi ini dapat diatasi. Oleh karena itu, para orang
tua dituntut untuk lebih perhatian pada anak-anak, terutama ketika mereka mulai
belajar membaca. Dengan begitu, kelainan seperti disleksia dapat dideteksi dan
ditangani sejak dini.
Cara
belajar siswa didik disleksia
- Adanya komunikasi dan pemahaman yang sama mengenai anak disleksia antara orang tua dan guru
- Anak duduk di barisan paling depan di kelas
- Guru senantiasa mengawasi / mendampingi saat anak diberikan tugas, misalnya guru meminta dibuka halaman 15, pastikan anak tidak tertukar dengan membuka halaman lain, misalnya halaman 50
- Guru dapat memberikan toleransi pada anak disleksia saat menyalin soal di papan tulis sehingga mereka mempunyai waktu lebih banyak untuk menyiapkan latihan (guru dapat memberikan soal dalam bentuk tertulis di kertas)
- Anak disleksia yang sudah menunjukan usaha keras untuk berlatih dan belajar harus diberikan penghargaan yang sesuai dan proses belajarnya perlu diseling dengan waktu istirahat yang cukup.
- Melatih anak menulis sambung sambil memperhatikan cara anak duduk dan memegang pensilnya. Tulisan sambung memudahkan murid membedakan antara huruf yang hampir sama. Murid harus diperlihatkan terlebih dahulu cara menulis huruf sambung karena kemahiran tersebut tidak dapat diperoleh begitu saja. Pembentukan huruf yang betul sangatlah penting dan murid harus dilatih menulis huruf-huruf yang hampir sama berulang kali. Misalnya huruf-huruf dengan bentuk bulat:g, c, o, d, a, s, q, bentuk zig zag:k, v, x, z, bentuk linear:j, t, l, u, bentuk hampir serupa:r, n, m, h.
- Guru dan orang tua perlu melakukan pendekatan yang berbeda ketika belajar matematika dengan anak disleksia, kebanyakan mereka lebih senang menggunakan sistem belajar yang praktikal.
- Aspek emosi. Anak disleksia dapat menjadi sangat sensitif, terutama jika mereka merasa bahwa mereka berbeda dibanding teman-temannya dan mendapat perlakukan yang berbeda dari gurunya. Lebih buruk lagi jika prestasi akademis mereka menjadi demikian buruk akibat perbedaan yang dimilikinya tersebut. Kondisi ini akan membawa anak menjadi individu dengan self-esteem yang rendah dan tidak percaya diri. Dan jika hal ini tidak segera diatasi akan terus bertambah parah dan menyulitkan proses terapi selanjutnya. Orang tua dan guru seyogyanya adalah orang-orang terdekat yang dapat membangkitkan semangatnya, memberikan motivasi dan mendukung setiap langkah usaha yang diperlihatkan anak disleksia. Jangan sekali-sekali membandingkan anak disleksia dengan temannya, atau dengan saudaranya yang tidak disleksia.
BAB. III KESIMPULAN
Bryan & Bryan (dalam
Abdurrahman, 1999: 204), menyebut disleksia sebagai suatu sindroma
kesulitan dalam mempelajari komponen-komponen kata dan kalimat,
mengintegrasikan komponen-komponen kata dan kalimat dan dalam belajar segala
sesuatau yang berkenaan dengan waktu, arah dan masa. Sedangkan, menurut Lerner
seperti di kutip oleh Mercer (1979: 200).
Ciri-ciri disleksia:
·
Sulit mengeja dengan benar. Satu
kata bisa berulangkali diucapkan dengan bermacam ucapan.
·
Sulit mengeja kata atau suku kata
yang bentuknya serupa, misal: b-d, u-n, atau m-n.
·
Ketika membaca anak sering salah
melanjutkan ke paragraph berikutnya atau tidak berurutan.
·
Kesulitan mengurutkan huruf-huruf
dalam kata.
·
Kesalahan mengeja yang dilakukan
terus-menerus. Misalnya kata pelajaran diucapkan menjadi perjalanan.
Klien mengalami ciri-ciri yang telah disebutkan diatas.
Bahkan dalam asesmen informal, klien terdeteksi mengalami kesulitan belajar
membaca. Dalam asesmen informal, didalamnya terdapat kemampuan membaca lisan,
dan membaca pemahaman.
Ø Membaca
lisan
Menurut Hargrove dan Poteet, 1984, ada 13 jenis perilaku
yang mengindikasikan bahwa anak berkesulitan belajar membaca lisan, dibawah ini
adalah perilaku yang dialami oleh klien, yaitu:
1)
Menunjuk tiap kata yang sedang dibaca.
2)
Menelusuri tiap baris yang sedang dibaca dari kiri ke kanan dengan jari.
3)
Menggerakkan kepala, bukan matanya yang bergerak.
4)
Menempatkan buku dengan cara yang aneh.
5)
Menempatkan buku terlalu dekat dengan mata.
6)
Sering melihat gambar.
7)
Mulutnya komat-kamit waktu membaca.
8)
Membaca kata demi kata.
9)
Membaca tanpa ekspresi.
10)
Adanya suara aneh atau tegang.
Ø Membaca
pemahaman
Menurut Ekwall, 1984 ada tujuan kemampuan yang ingin dicapai
melalui membaca pemahaman, yaitu:
1)
Mengenal ide pokok suatu bacaan
2)
Mengenal detail yang penting
3)
Membangkitkan imajinasi visual
4)
Meramalkan hasil
5)
Mengikuti petunjuk
6)
Mengenal organisasi karangan
7)
Membaca kritis
Oleh karena itu, klien harus
secepatnya dibantu agar klienbisa disembuhkan. Ada beberapa cara yang bisa
dilakukan untuk mengatasi anak disleksia yaitu pengajaran remedial
dengan beberapa metode yang cocok untuk anak disleksia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman,
Mulyono.
Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan bersama Rineka Cipta. 1999
Porwanto Ngalim. Psikologi
Pendidikan. Rosdakarya: Jakarta. 2003
Rahayu Iin Tri, tristiadi Ardi
Ardani. Observasi dan Wawancara. Malang: Bayumedia. 2004
0 comments:
Post a Comment