AHLUSSUNAH
WAL JAMA’AH (SUNNY)
A. Pendahuluan
Istilah Ahlus Sunnah tentu
tidak asing bagi kaum muslimin. Bahkan mereka semua mengaku sebagai Ahlus
Sunnah. Tapi siapakah Ahlus Sunnah itu? Dan siapa pula kelompok yang disebut
Rasulullah sebagai orang-orang asing? Telah menjadi ciri perjuangan iblis dan
tentara tentaranya yaitu terus berupaya mengelabui manusia. Yang batil bisa
menjadi hak dan sebaliknya, yang hak bisa menjadi batil. Sehingga ahli
kebenaran bisa menjadi pelaku maksiat yang harus dimusuhi dan diisolir. Dan
sebaliknya, pelaku kemaksiatan bisa menjadi pemilik kebenaran yang harus dibela.
Syi’ar pemecah belah ini merupakan ciri khas mereka dan mengganggu perjalanan
manusia menuju Allah merupakan tujuan tertinggi mereka.
Tidak ada satupun pintu kecuali
akan dilalui iblis dan tentaranya. Dan tidak ada satupun amalan kecuali akan
dirusakkannya, minimalnya mengurangi nilai amalan tersebut di sisi Allah
Subhanahu Wata’ala. Iblis mengatakan di hadapan Allah Subhanahu Wata’ala:
“Karena Engkau telah menyesatkanku maka aku akan benar-benar menghalangi mereka
dari jalan-Mu yang lurus dan aku akan benar-benar mendatangi mereka dari arah depan
dan belakang, dan samping kiri dan samping kanan.”, (QS. Al A’raf : 17 ). Dalam
upayanya mengelabui mangsanya, Iblis akan mengatakan bahwa ahli kebenaran itu
adalah orang yang harus dijauhi dan dimusuhi, dan kebenaran itu menjadi sesuatu
yang harus ditinggalkan, dan dia mengatakan: “Sehingga Engkau ya Allah menemukan
kebanyakan mereka tidak bersyukur.” (QS. Al A’raf: 17).
B. Latar belakang masalah
Demikian halnya yang terjadi
pada istilah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Istilah ini lebih melekat pada gambaran
orang-orang yang banyak beribadah dan orang-orang yang berpemahaman sufi. Tak cuma
itu, semua kelompok yang ada di tengah kaum muslimin juga mengaku sebagai Ahlus
Sunnah wal Jamaah. Walhasil, nama Ahlus Sunnah menjadi rebutan orang. Mengapa
demikian? Apakah keistimewaan Ahlus Sunnah sehingga harus diperebutkan? Dan
siapakah mereka sesungguhnya? pertanyaan-pertanyaan ini, kita harus merujuk
kepada keterangan mereka yang sebenarnya dan apa ciri-ciri khas mereka. Jangan
sampai kita yang digambarkan dalam sebuah Menjawab sya’ir: Semua mengaku telah
meraih tangan Laila Dan Laila tidak mengakui yang demikian itu bahwa tidak ada
maknanya kalau hanya sebatas pengakuan, sementara dirinya jauh dari kenyataan.
Secara fitrah dan akal dapat kita bayangkan, sesuatu yang diperebutkan tentu memiliki
keistimewaan dan nilai tersendiri. Dan sesuatu yang diakuinya, tentu memiliki makna
jika mereka berlambang dengannya. Mereka mengakui bahwa Ahlus Sunnah adalah
pemilik kebenaran.
Rasulullah Shallallahu
‘Alahi Wasallam dan ulama salaf dalam menentukan siapakah buktinya, setelah
mereka memakai nama tersebut, mereka tidak akan ridha untuk dikatakan sebagai
ahli bid’ah dan memiliki jalan yang salah. Bahkan mengatakan bahwa dirinya
merupakan pemilik kebenaran tunggal sehingga yang lain adalah salah. Mereka tidak
sadar, kalau pengakuannya tersebut merupakan langkah untuk membongkar kedoknya
sendiri dan memperlihatkan kebatilan jalan mereka. Yang akan mengetahui hal yang
demikian itu adalah yang melek dari mereka.
C. Pembahasan.
a)
As Sunnah.
Berbicara tentang As Sunnah
secara bahasa dan istilah sangat penting sekali. Di
samping untuk mengetahui hakikatnya, juga untuk mengeluarkan
mereka-mereka yang
mengakui sebagai Ahlus Sunnah. Mendefinisikan As Sunnah ditinjau
dari beberapa sisi
yaitu sisi bahasa, syari’at dan generasi yang pertama, ahlul
hadits, ulama ushul, dan ahli
fiqih. As Sunnah menurut bahasa adalah As Sirah (perjalanan), baik
yang buruk ataupun
yang baik. Khalid bin Zuhair Al Hudzali berkata:
Jangan kamu sekali-kali gelisah karena jalan yang kamu tempuh
Keridhaan itu ada pada jalan yang dia tempuh sendiri.
As Sunnah menurut Syari’at Dan Generasi Yang Pertama
Apabila terdapat kata sunnah dalam hadits Rasulullah atau dalam
ucapan para
sahabat dan tabi’in, maka yang dimaksud adalah makna yang mencakup
dan umum.
Mencakup hukum-hukum baik yang berkaitan langsung dengan keyakinan
atau dengan
amal, apakah hukumnya wajib, sunnah atau boleh.
Al Hafidz Ibnu Hajar dalam
kitab Fathul Bari 10/341 berkata: “Telah tetap bahwa kata sunnah apabila
terdapat dalam hadits Rasulullah, maka yang dimaksud bukan sunnah sebagai lawan
wajib (Apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila di tinggalkan tidak akan
berdosa, pent.).” Ibnu ‘Ajlan dalam kitab Dalilul Falihin 1/415 ketika beliau
mensyarah hadits ‘Fa’alaikum Bisunnati’, berkata: “Artinya jalanku dan
langkahku yang aku berjalan di atasnya dari apa-apa yang aku telah rincikan
kepada kalian dari hukum-hukum i’tiqad (keyakinan), dan amalan-amalan baik yang
wajib, sunnah, dan sebagainya.” Imam Shan’ani berkata dalam kitab Subulus Salam
1/187, ketika beliau mensyarah hadits Abu Sa’id Al-Khudri, “di dalam hadits
tersebut disebutkan kata ‘Ashobta As Sunnah’, yaitu jalan yang sesuai dengan
syari’at.”
Demikianlah kalau kita ingin
meneliti nash-nash yang menyebutkan kata “As Sunnah”, maka akan jelas apa yang
dimaukan dengan kata tersebut yaitu: “Jalan yang terpuji dan langkah yang
diridhai yang telah dibawa oleh Rasulullah. Dari sini jelaslah kekeliruan
orang-orang yang menisbahkan diri kepada ilmu yang menafsirkan kata sunnah
dengan istilah ulama fiqih sehingga mereka terjebak dalam kesalahan yang fatal.
b)
As Sunnah Menurut Ahli Hadits
As sunnah menurut jumhur
ahli hadits adalah sama dengan hadits yaitu: “Apa-apa yang diriwayatkan dari
Rasulullah baik berbentuk ucapan, perbuatan, ketetapan, dan sifat baik
khalqiyah (bentuk) atau khuluqiyah (akhlak).
c)
As Sunnah Menurut Ahli Ushul Fiqih
Menurut Ahli Ushul Fiqih, As
Sunnah adalah dasar dari dasar-dasar hukum syaria’at dan juga dalil-dalilnya. Al
Amidy dalam kitab Al Ihkam 1/169 mengatakan: “Apa-apa yang datang dari Rasulullah
dari dalil-dalil syari’at yang bukan dibaca dan bukan pula mu’jizat atau masuk
dalam katagori mu’jizat”.
d) As Sunnah Di Sisi Ulama
Fiqih
As Sunnah di sisi mereka adalah apa-apa yang apabila dikerjakan
mendapatkan
pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa.
Di sini bisa dilihat, mereka
yang mengaku sebagai ahlus sunnah dengan menyandarkan kepada ahli fikih-, tidak
memiliki dalil yang jelas sedikitpun dan tidak memiliki rujukan, hanya sebatas
simbol yang sudah usang. Jika mereka memakai istilah syariat dan generasi
pertama, mereka benar-benar telah sangat jauh. Jika mereka memakai istilah ahli
fiqih niscaya mereka akan bertentangan dengan banyak permasalahan. Jika mereka
memakai istilah ulama ushul merekapun tidak akan menemukan jawabannya. Jika
mereka memakai istilah ulama hadits sungguh mereka tidak memilki peluang untuk
mempergunakan istilah mereka. Tinggal istilah bahasa yang tidak bisa dijadikan sebagai
hujjah dalam melangkah, terlebih menghalalkan sesuatu atau mengharamkannya.
2. Siapakah Ahlus Sunnah?
Ahlu Sunnah memiliki
ciri-ciri yang sangat jelas di mana ciri-ciri itulah yang
menunjukkan hakikat mereka.
I.
Mereka adalah orang-orang yang mengikuti jalan Rasulullah dan
jalan para sahabatnya, yang menyandarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah dengan
pemahamansalafus shalih yaitu pemahaman generasi pertama umat ini dari kalangan
shahabat, tabi’indan generasi setelah mereka. Rasulullah bersabda: “
Sebaik-baik manusia adalah generasiku kemudian orang-orang setelah mereka kemudian
orang-orang setelah mereka.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad).
II.
Mereka kembalikan segala bentuk perselisihan yang terjadi di
kalangan mereka kepada Al Qur’an dan As Sunnah dan siap menerima apa-apa yang
telah diputuskan oleh Allah dan Rasulullah. Firman Allah: “Maka jika kalian
berselisih dalam satu perkara, kembalikanlah kepada Allah dan Rasulullah jika
kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan yang demikian itu adalah baik
dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa: 59) “Tidak pantas bagi seorang mukmin
dan mukminat apabila Allah dan Rasul-Nya memutuskan suatu perkara untuk mereka,
akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Barangsiapa
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang
nyata. (QS. Al Ahzab: 36).
III.
Mereka mendahulukan ucapan Allah dan Rasul daripada ucapan selain
keduanya.
Firman Allah:
“Hai orang-orang yang
beriman janganlah kalian mendahulukan (ucapan selain Allah dan Rasul ) terhadap
ucapan Allah dan Rasul dan bertaqwalah kalian kepada Allah sesungguhnya Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Hujurat: 1)
IV. Menghidupkan sunnah
Rasulullah baik dalam ibadah mereka, akhlak mereka, dan dalam semua sendi
kehidupan, sehigga mereka menjadi orang asing di tengah kaumnya. Rasulullah
bersabda tetang mereka:
“Sesungguhnya Islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali
pula dalam keadaan asing, maka berbahagialah orang-orang dikatakan asing.” (HR.
Muslim dari hadits Abu Hurairah dan Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma).
V. Mereka adalah
orang-orang yang sangat jauh dari sifat fanatisme golongan. Dan mereka tidak
fanatisme kecuali kepada Kalamullah dan Sunnah Rasulullah. Imam Malik mengatakan:
“Tidak ada seorangpun setelah Rasulullah yang ucapannya bisa diambil dan ditolak
kecuali ucapan beliau.”
VI. Mereka adalah
orang-orang yang menyeru segenap kaum muslimin agar bepegang dengan sunnah
Rasulullah dan sunnah para shahabatnya.
VII. Mereka adalah
orang-oang yang memikul amanat amar ma’ruf dan nahi mungkar sesuai dengan apa
yang dimaukan Allah dan Rasul-Nya. Dan mereka mengingkari segala jalan bid’ah
(lawannya sunnah) dan kelompok-kelompok yang akan mencabik-cabik barisan kaum
muslimin.
VIII. Mereka adalah
orang-orang yang mengingkari undang-undang yang dibuat oleh manusia yang
menyelisihi undang-undang Allah dan Rasulullah.
Mereka adalah orang-orang yang siap memikul
amanat jihad fi sabilillah apabila agama menghendaki yang demikian itu. Syaikh
Rabi’ dalam kitab beliau Makanatu Ahli Al Hadits hal. 3-4 berkata: “Mereka adalah
orang-orang yang menempuh manhaj (metodologi)-nya para sahabat dan tabi’in dalam
berpegang terhadap kitabullah dan sunnah Rasulullah dan menggigitnya dengan gigi
geraham mereka. Mendahulukan keduanya atas setiap ucapan dan petunjuk, kaitannya
dengan aqidah, ibadah, mu’amalat, akhlaq, politik, maupun, persatuan. Mereka adalah
orang-orang yang kokoh di atas prinsip-prinsip agama dan cabang-cabangnya sesuai
dengan apa yang diturunkah Allah kepada hamba dan Rasul-Nya Muhammad shallallahu
‘alahi wasallam. Mereka adalah orang-orang yang tampil untuk berdakwah dengan
penuh semangat dan kesungguh-sungguhan. Mereka adalah para pembawa ilmu nabawi
yang melumatkan segala bentuk penyelewengan orang-orang yang melampaui batas,
kerancuan para penyesat dan takwil jahilin.
Mereka adalah orang-orang
yang selalu mengintai setiap kelompok yang menyeleweng dari manhaj Islam
seperti Jahmiyah, Mu’tazilah, Khawarij, Rafidah (Syi’ah), Murji’ah, Qadariyah,
dan setiap orang yang menyeleweng dari manhaj Allah, mengikuti hawa nafsu pada
setiap waktu dan tempat, dan mereka tidak pernah mundur karena cercaan orang
yang mencerca.
3. Ciri Khas Mereka
Ø Mereka adalah umat yang baik
dan jumlahnya sangat sedikit, yang hidup di tengah umat yang sudah rusak dari
segala sisi. Rasulullah bersabda:
“Berbahagialah orang yang asing itu (mereka adalah) orang-orang
baik yang berada di tengah orang-orang yang jahat. Dan orang yang memusuhinya
lebih banyak daripada orang yang mengikuti mereka.” (Shahih, HR. Ahmad) Ibnul
Qoyyim dalam kitabnya Madarijus Salikin 3/199-200, berkata: “Ia adalah orang asing
dalam agamanya dikarenakan rusaknya agama mereka, asing pada berpegangnya dia
terhadap sunnah dikarenakan berpegangnya manusia terhadap bid’ah, asing pada keyakinannya
dikarenakan telah rusak keyakinan mereka, asing pada shalatnya dikarenakan
jelek shalat mereka, asing pada jalannya dikarenakan sesat dan rusaknya
jalan mereka, asing pada nisbahnya dikarenakan rusaknya nisbah
mereka, asing dalam pergaulannya bersama mereka dikarenakan bergaul dengan apa
yang tidak diinginkan oleh hawa nafsu mereka”. Kesimpulannya, dia asing dalam
urusan dunia dan akhiratnya, dan dia tidak menemukan seorang penolong dan
pembela. Dia sebagai orang yang berilmu ditengah orang-orang jahil, pemegang
sunnah di tengah ahli bid’ah, penyeru kepada Allah dan Rasul-Nya di tengah
orang-orang yang menyeru kepada hawa nafsu dan bid’ah, penyeru kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari kemungkaran di tengah kaum di mana yang ma’ruf menjadi
munkar dan yang munkar menjadi ma’ruf.”
Ibnu Rajab dalam kitab
Kasyfu Al Kurbah Fi Washfi Hal Ahli Gurbah hal 16-17 mengatakan: “Fitnah
syubhat dan hawa nafsu yang menyesatkan inilah yang telah menyebabkan
berpecahnya ahli kiblat menjadi berkeping-keping. Sebagian mengkafirkan yang
lain sehingga mereka menjadi bermusuh-musuhan, berpecah-belah, dan
berpartaipartai yang dulunya mereka berada di atas satu hati. Dan tidak ada
yang selamat dari semuanya ini melainkan satu kelompok. Merekalah yang
disebutkan dalam sabda Rasulullah: “Dan terus menerus sekelompok kecil dari
umatku yang membela kebenaran dan tidak ada seorangpun yang mampu
memudharatkannya siapa saja yang menghinakan dan menyelisihi mereka, sampai
datangnya keputusan Allah dan mereka tetap di atas yang demikian itu.”
Ø Mereka adalah orang yang
berada di akhir jaman dalam keadaan asing yang telah disebutkan dalam hadits,
yaitu orang-orang yang memperbaiki ketika rusaknya manusia. Merekalah
orang-orang yang memperbaiki apa yang telah dirusak oleh manusia dari sunnah
Rasulullah. Merekalah orang-orang yang lari dengan membawa agama mereka dari
fitnah. Mereka adalah orang yang sangat sedikit di tengah-tengah kabilah dan terkadang
tidak didapati pada sebuah kabilah kecuali satu atau dua orang, bahkan terkadang
tidak didapati satu orangpun sebagaimana permulaan Islam.
Dengan dasar inilah, para
ulama menafsirkan hadits ini. Al Auza’i mengatakan tentang sabda Rasulullah:
“Islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaan asing.” Adapun
Islam itu tidak akan pergi akan tetapi Ahlus Sunnah yang akan pergi sehingga
tidak tersisa di sebuah negeri melainkan satu orang.” Dengan makna inilah didapati
ucapan salaf yang memuji sunnah dan mensifatinya dengan asing dan mensifati pengikutnya
dengan kata sedikit.” (Lihat Kitab Ahlul Hadits Hum At Thoifah Al Manshurah hal
103-104).
D. Kesimpulan
Demikianlah sunnatullah para
pengikut kebenaran. Sepanjang perjalanan hidup
selalu dalam prosentase yang sedikit. Allah berfiman: “Dan sedikit
dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” Dari pembahasan yang singkat ini, jelas
bagi kita siapakah yang dimaksud dengan Ahlus Sunnah dan siapa-siapa yang bukan
Ahlus Sunnah yang hanya penamaan semata. Benarlah ucapan seorang penyair
mengatakan : Semua orang mengaku telah menggapai si Laila
Akan tetapi si Laila tidak mengakuinya Walhasil Ahlus Sunnah
adalah orang-orang yang mengikuti Al Qur’an dan As Sunnah dengan pemahaman,
amalan, dan dakwah salafus shalih.
0 comments:
Post a Comment